Buronan Interpol Kasus Investasi Rp2 Miliar Ditangkap di Batam
Polda Kepri berhasil menangkap DA, buronan Interpol, terkait kasus penggelapan investasi Rp2 miliar di Batam; suaminya, DS, masih dalam proses pemulangan dari Singapura.
Kepolisian Daerah Kepulauan Riau (Polda Kepri) berhasil menangkap DA, buronan internasional yang masuk dalam Interpol Red Notice (IRN), di Batam pada 4 Mei 2025. DA merupakan tersangka kasus dugaan penggelapan dan penipuan investasi yang merugikan korban hingga Rp2 miliar. Penangkapan ini melibatkan kerja sama tim gabungan dari berbagai pihak, termasuk Set NBC Interpol Indonesia, Ditreskrimum Polda Kepri, dan Satreskrim Polresta Bandara Soekarno-Hatta. DA dideportasi dari Singapura dan ditangkap setibanya di Bandara Soekarno-Hatta.
Kasus ini bermula dari laporan Mohammad Fariz yang menjadi korban investasi bodong. DA dan suaminya, DS, selaku tersangka, menjanjikan keuntungan 35 persen per bulan dari investasi transportasi online BDrive. Namun, dana investasi yang ditransfer korban justru digunakan untuk kepentingan pribadi kedua tersangka. Keuntungan yang dijanjikan pun tak pernah terealisasi. Modus operandi yang dilakukan kedua tersangka ini menunjukkan betapa licinnya mereka dalam menjalankan aksi penipuan investasi.
Penangkapan DA menjadi bukti nyata keseriusan aparat penegak hukum dalam memburu para pelaku kejahatan ekonomi. Kerja sama internasional, khususnya dengan NCB Singapura, sangat krusial dalam mengungkap dan menangkap para tersangka yang berusaha menghindari proses hukum di Indonesia. Kasus ini juga menjadi peringatan bagi masyarakat untuk selalu berhati-hati dalam melakukan investasi dan memastikan legalitas perusahaan investasi tersebut.
Penangkapan DA dan Proses Pemulangan DS
Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kepri, Kombes Pol. Ade Mulyana, dalam keterangannya di Batam, Kamis, menjelaskan kronologi penangkapan DA. DA telah masuk daftar red notice Interpol sejak April 2025. Penangkapan DA merupakan hasil kerja keras tim gabungan yang berhasil melacak keberadaan DA di Singapura. Proses deportasi dan penangkapan berjalan lancar tanpa hambatan berarti.
Sementara itu, suaminya, DS, juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Informasi keberadaan DS di Singapura diperoleh melalui koordinasi antara NCB Jakarta dan NCB Singapura. NCB Jakarta kemudian meminta NCB Singapura untuk menolak masuk dan mendeportasi DS ke Indonesia. Saat ini, DS masih dalam proses pemulangan ke Indonesia dari Singapura. Proses pemulangan ini membutuhkan waktu dan koordinasi lebih lanjut antar lembaga terkait.
Kasubdit III Jatanras Polda Kepri, AKBP Mikael Hutabara, menambahkan bahwa DA dan DS dipersangkakan dengan Pasal 374 KUHP dan/atau Pasal 372 dan/atau Pasal 378 KUHP. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang penggelapan dalam jabatan, penipuan, dan tindak pidana lainnya yang merugikan korban. Ancaman hukuman yang dihadapi kedua tersangka adalah pidana penjara paling lama lima tahun.
Setelah ditangkap, DA langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Polda Kepri untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Proses hukum ini akan menyelidiki lebih dalam terkait aliran dana investasi dan aset-aset yang diperoleh dari hasil kejahatan tersebut. Langkah-langkah hukum yang dilakukan diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan mencegah terulangnya kejadian serupa.
Kronologi Kasus dan Modus Operandi
- Korban, Mohammad Fariz, menanamkan modal investasi di perusahaan transportasi online BDrive milik DA dan DS.
- Kedua tersangka menjanjikan keuntungan 35 persen per bulan.
- Setelah dana ditransfer, keuntungan tidak diberikan dan dana digunakan untuk kepentingan pribadi.
- Korban melaporkan kasus ini ke Polda Kepri.
- DA masuk dalam daftar red notice Interpol sejak April 2025.
- DA ditangkap setelah dideportasi dari Singapura.
- DS masih dalam proses pemulangan dari Singapura.
Kasus ini menyoroti pentingnya kehati-hatian dalam berinvestasi. Masyarakat diimbau untuk selalu melakukan pengecekan dan verifikasi terhadap legalitas perusahaan investasi sebelum menanamkan modal. Transparansi dan akuntabilitas perusahaan investasi juga harus menjadi pertimbangan utama agar terhindar dari praktik penipuan investasi seperti yang dialami korban dalam kasus ini. Semoga kasus ini menjadi pembelajaran bagi masyarakat dan penegak hukum untuk terus meningkatkan kewaspadaan dan kerja sama dalam memberantas kejahatan ekonomi.