Cirebon Berambisi Jadi ‘Yogyakarta-nya Jabar’, Butuh Infrastruktur dan Anggaran Kuat
Wacana menjadikan Cirebon sebagai pusat budaya Jawa Barat seperti Yogyakarta membutuhkan persiapan matang, termasuk infrastruktur dan anggaran yang memadai, serta dukungan lintas sektor.
Kota Cirebon, Jawa Barat, tengah berupaya serius mewujudkan ambisi besar menjadi ‘Yogyakarta-nya Jabar’. Namun, perjalanan panjang ini membutuhkan persiapan yang matang, tak hanya dalam hal pelestarian budaya, tetapi juga pembangunan infrastruktur pendukung yang mumpuni. Hal ini disampaikan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Cirebon menyusul wacana tersebut yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat.
Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar Kota Cirebon, Ramli Effendi, menjelaskan bahwa visi menjadikan Cirebon sebagai pusat kebudayaan Jawa Barat seperti Yogyakarta tidak bisa terwujud secara instan. Perencanaan jangka panjang dan komitmen kuat dari berbagai pihak menjadi kunci keberhasilannya. Meskipun perhatian pemerintah daerah terhadap seni, budaya, dan pariwisata sudah cukup besar, masih banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Langkah konkret telah dilakukan oleh Pemkot Cirebon melalui Disbudpar. Berbagai diskusi telah digelar bersama tokoh-tokoh kesenian, formatur Dewan Kebudayaan, dan masyarakat Tionghoa untuk menyerap aspirasi dan menyatukan langkah dalam pelestarian budaya lokal Cirebon. Dukungan dari para tokoh dan komitmen Wali Kota Cirebon terhadap pengembangan budaya menjadi angin segar dalam upaya ini.
Langkah Konkret Pengembangan Budaya Cirebon
Salah satu wujud nyata dukungan pemerintah adalah rencana pembangunan elemen arsitektur khas Cirebon, seperti candi bentar, di gerbang kantor pemerintahan. Elemen visual ini diharapkan dapat memperkuat identitas kota dan membangun kesadaran kolektif akan pentingnya pelestarian warisan budaya. Namun, pembangunan infrastruktur bukan satu-satunya kunci. Penguatan budaya juga membutuhkan pengembangan ekosistem yang menyeluruh.
Hal ini mencakup pembangunan infrastruktur, pengelolaan ruang publik, dan kegiatan seni yang terintegrasi. Disbudpar Kota Cirebon bahkan telah melakukan studi banding ke Yogyakarta untuk mempelajari bagaimana daerah tersebut berhasil mengembangkan budaya secara menyeluruh. Dari hasil studi banding tersebut, terlihat jelas bagaimana Yogyakarta, bahkan dari pintu masuk kota, telah menunjukkan kesadaran budaya yang tinggi, hasil dari perencanaan dan anggaran yang kuat.
Ramli Effendi mengakui bahwa anggaran kebudayaan di Kota Cirebon masih terbatas. Namun, ia juga menyampaikan bahwa anggaran tersebut mengalami peningkatan bertahap dalam beberapa tahun terakhir. Ia berharap wacana menjadikan Cirebon sebagai ‘Yogyakarta-nya Jabar’ dapat terwujud, meskipun membutuhkan waktu, proses, dan konsistensi dari berbagai sektor.
Tantangan dan Harapan
Meskipun terdapat tantangan berupa keterbatasan anggaran, semangat dan komitmen untuk melestarikan dan mengembangkan budaya Cirebon tetap tinggi. Studi banding ke Yogyakarta memberikan gambaran yang jelas tentang apa yang perlu dilakukan. Keberhasilan Yogyakarta dalam mengembangkan budaya menjadi contoh yang baik untuk ditiru dan diadaptasi sesuai dengan konteks Cirebon.
Keberhasilan mewujudkan visi ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, serta para pelaku seni dan budaya. Perencanaan yang matang, pengelolaan anggaran yang efektif, dan kerja sama yang solid antar sektor menjadi kunci keberhasilan dalam membangun Cirebon sebagai pusat budaya Jawa Barat yang berkelanjutan.
Dengan komitmen dan kerja keras yang konsisten, cita-cita menjadikan Cirebon sebagai ‘Yogyakarta-nya Jabar’ bukanlah hal yang mustahil. Langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan menunjukkan optimisme dan harapan besar untuk masa depan budaya Cirebon.
Perlu diingat bahwa pengembangan budaya bukan hanya sekadar pembangunan fisik, tetapi juga perlu memperhatikan aspek non-fisik seperti pelestarian tradisi, pengembangan sumber daya manusia, dan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya budaya lokal.