Danantara: Game Changer Investasi BUMN, Harapan dan Tantangan ke Depan
Pengamat menilai BPI Danantara berpotensi menjadi pengubah permainan investasi BUMN, namun perlu pengelolaan yang fokus dan audit berlapis mengingat sumber dananya dari APBN.
Presiden RI Joko Widodo, bersama Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden ke-7 Prabowo Subianto, meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) pada Senin (24/2) di Istana Kepresidenan Jakarta. BPI Danantara, yang akan mengelola aset senilai lebih dari 900 miliar dolar AS dengan dana awal 20 miliar dolar AS, diharapkan menjadi solusi atas rendahnya investasi BUMN selama ini. Hal ini diungkapkan oleh pengamat hukum dan pembangunan, Hardjuno Wiwoho, yang menilai Danantara sebagai potensial game changer dalam investasi BUMN.
Selama ini, investasi BUMN dinilai belum optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Padahal, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 6 persen, dibutuhkan investasi yang jauh lebih besar, hingga puluhan ribu triliun rupiah. Hardjuno meyakini bahwa Danantara dapat meningkatkan jumlah dan kualitas investasi BUMN, berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi nasional. Ia menekankan pentingnya pengelolaan yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tersebut.
Dengan sumber dana berasal dari program efisiensi anggaran, Danantara memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola dana sebesar 20 miliar dolar AS atau setara dengan Rp360 triliun (kurs Rp16.000). Oleh karena itu, Hardjuno berharap agar seluruh pengurus dan Dewan Pengawas (Dewas) BPI Danantara tidak merangkap jabatan. Hal ini bukan karena meragukan kompetensi mereka, tetapi untuk memastikan fokus penuh dalam mengelola investasi dan menghasilkan keuntungan yang bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat. "Dengan adanya Danantara, investasi dari BUMN dapat lebih banyak dan berkualitas serta berdampak kepada pertumbuhan ekonomi," ujar Hardjuno.
Potensi dan Tantangan Danantara
Sebagai super holding, Danantara memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui investasi yang strategis dan berkualitas. Namun, perlu diingat bahwa Danantara berbeda dengan sovereign wealth fund negara lain seperti Temasek (Singapura) yang dibiayai dari profit BUMN selama puluhan tahun. Sumber dana Danantara berasal dari APBN, yang sebagian besar berasal dari pajak rakyat. Oleh karena itu, transparansi dan akuntabilitas menjadi sangat penting.
Hardjuno menekankan perlunya audit yang konkret dan berlapis untuk memastikan pengelolaan dana tersebut berjalan dengan baik dan sesuai dengan aturan. "Artinya apa, modalnya dari APBN. Ingat, 70 persen APBN berasal dari pajak yang dipungut dari rakyat yang hidupnya sudah ngos-ngosan. Jadi enggak main-main," tegasnya. Hal ini untuk memastikan bahwa investasi yang dilakukan memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
Kepemimpinan Danantara dipegang oleh Rosan Roeslani sebagai CEO, Pandu Sjahrir sebagai CIO, dan Dony Oskaria sebagai COO. Dewan Pengawas dipimpin oleh Menteri BUMN Erick Thohir, dengan Muliaman Hadad sebagai Wakil Ketua dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai anggota. Komposisi kepemimpinan ini diharapkan dapat membawa Danantara mencapai tujuannya.
Keberhasilan Danantara dalam mengelola investasi akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, pengelolaan yang transparan, akuntabel, dan profesional menjadi kunci keberhasilannya. Harapannya, Danantara benar-benar menjadi game changer yang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Kesimpulan
Peluncuran BPI Danantara menandai langkah signifikan dalam upaya meningkatkan investasi BUMN di Indonesia. Meskipun potensial menjadi game changer, tantangan besar berupa pengelolaan yang profesional, transparan, dan akuntabel harus dihadapi. Audit yang berlapis dan fokus para pengurus menjadi kunci keberhasilan Danantara dalam mencapai tujuannya, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.