Dedi Mulyadi Usul Pendidikan Karakter di Barak Militer, Diskusi dengan Mendikdasmen
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, berencana berdiskusi dengan Mendikdasmen terkait program pendidikan karakter bagi siswa bermasalah di barak militer untuk mengatasi masalah disiplin dan perilaku remaja.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, akan berdiskusi dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, mengenai program pendidikan karakter bagi siswa bermasalah di lingkungan barak militer. Inisiatif ini muncul sebagai respon terhadap permasalahan remaja di Jawa Barat yang meliputi rendahnya disiplin, kecanduan game daring, dan akses mudah terhadap obat-obatan terlarang.
Usulan ini disampaikan Dedi Mulyadi setelah berdiskusi dengan Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, di Jakarta. Menurut Dedi, orang tua dan sekolah dinilai belum mampu mengatasi permasalahan perilaku remaja yang semakin kompleks. Ia melihat pendidikan di barak militer sebagai solusi jangka pendek untuk menanamkan disiplin dan karakter positif pada siswa yang bermasalah.
Permasalahan yang dimaksud meliputi pola hidup tidak disiplin, seperti kebiasaan begadang karena bermain game online hingga menyebabkan siswa malas sekolah. Selain itu, penggunaan media sosial yang berlebihan juga menjadi perhatian, dimana remaja terorganisir dan terlibat pertengkaran baik secara terbuka maupun tertutup melalui media sosial. Akses mudah terhadap obat-obatan terlarang dan minuman keras juga menjadi masalah yang perlu ditangani secara serius.
Pendidikan Karakter di Barak Militer: Solusi Permasalahan Remaja?
Dedi Mulyadi memilih TNI sebagai mitra dalam program ini karena pengalamannya dalam pendidikan, baik militer maupun sipil. Ia meyakini pendidikan di lingkungan barak dapat memberikan dampak positif dalam membentuk karakter siswa yang lebih disiplin. Program ini, menurutnya, tidak melanggar hak-hak anak, justru membantu mereka belajar dan berkembang dalam lingkungan yang terstruktur.
Dalam diskusi dengan Menteri Pigai, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa program ini telah berjalan dan tidak melanggar hak asasi manusia. Ia menjelaskan bahwa siswa yang mengikuti program ini mendapatkan lingkungan yang kondusif untuk belajar, berbeda dengan lingkungan rumah dan sekolah mereka yang kurang mendukung. Siswa yang mengikuti program ini, kata Dedi, rata-rata bangun kesiangan dan jarang belajar.
Program ini, menurut Dedi Mulyadi, merupakan solusi untuk mengatasi permasalahan remaja yang tidak dapat diselesaikan di sekolah dan keluarga. Ia menekankan bahwa tidak semua permasalahan dapat ditangani melalui jalur peradilan anak. Oleh karena itu, diperlukan solusi jangka pendek yang efektif.
Detail Program dan Jaminan Hak Siswa
Dedi Mulyadi memastikan bahwa partisipasi siswa dalam program ini didasarkan pada persetujuan orang tua. Para siswa akan mengikuti pendidikan selama kurang lebih 28 hari di barak militer. Selama menjalani program, mereka akan didampingi oleh dokter, psikolog, dan guru mengaji. Hal ini untuk memastikan kesejahteraan fisik dan mental siswa tetap terjaga.
Lebih lanjut, Dedi Mulyadi memastikan bahwa pendidikan formal siswa tetap berjalan. Mereka tetap terhubung dengan sekolah masing-masing, mengikuti ujian, dan tetap berstatus sebagai siswa. Dengan demikian, program ini tidak menghambat pendidikan formal mereka, melainkan melengkapi pendidikan karakter yang dinilai kurang optimal di lingkungan sekolah dan rumah.
Program ini juga mendapat dukungan dari Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai. Ia menilai program ini tidak melanggar hak-hak anak, justru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memperbaiki perilaku dan meningkatkan disiplin diri. Pihak Kementerian HAM akan terus memantau jalannya program ini untuk memastikan hak-hak anak tetap terlindungi.
Ke depannya, Dedi Mulyadi akan berdiskusi dengan Mendikdasmen untuk membahas lebih lanjut mengenai program pendidikan karakter di barak militer ini. Diskusi ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang lebih terintegrasi dan efektif dalam mengatasi permasalahan remaja di Jawa Barat.