DPR Desak Pemerintah Antisipasi Dampak Penutupan Pabrik Sanken: Ancaman Deindustrialisasi?
Anggota Komisi VII DPR RI mendesak pemerintah segera mengambil langkah antisipasi atas penutupan pabrik Sanken Indonesia di Cikarang, yang dikhawatirkan memicu deindustrialisasi dan meningkatkan angka pengangguran.
Apa, Siapa, Di Mana, Kapan, Mengapa, Bagaimana? Penutupan pabrik PT Sanken Indonesia di Kawasan Industri MM2100, Cikarang, Jawa Barat, pada Juni 2025, telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan anggota DPR RI. Anggota Komisi VII DPR RI, Bane Raja Manalu, mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah antisipasi guna meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan. Hal ini dikarenakan penutupan pabrik tersebut berpotensi meningkatkan angka pengangguran dan mengancam perekonomian nasional. Pemerintah dinilai perlu proaktif dalam merespon masalah ini, memastikan hak-hak pekerja terpenuhi, serta mencegah ancaman deindustrialisasi.
Kekhawatiran tersebut muncul karena penutupan pabrik Sanken, yang merupakan perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) asal Jepang, berpotensi memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Angka PHK yang telah mencapai lebih dari 80.000 orang sepanjang tahun 2024, menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, menjadi indikator yang mengkhawatirkan. Penutupan pabrik ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai daya saing industri dalam negeri dan kebijakan pemerintah dalam menghadapi tantangan global.
Penutupan pabrik Sanken, yang memproduksi peralatan listrik, juga menjadi sinyal peringatan akan potensi deindustrialisasi di Indonesia. Penurunan tingkat produksi pabrik Sanken hingga 14 persen pada tahun 2024 menunjukkan adanya penurunan daya saing dan efisiensi. Oleh karena itu, pemerintah perlu segera mengambil langkah strategis untuk mencegah dampak lebih luas dari penutupan tersebut, termasuk potensi peningkatan kemiskinan akibat bertambahnya pengangguran.
Ancaman Deindustrialisasi dan Dampak PHK
Bane Raja Manalu menekankan pentingnya pemerintah memiliki data akurat, terutama dari sektor keuangan dan perbankan, untuk mitigasi dampak penutupan pabrik Sanken. Ia menambahkan, "Pemerintah harus punya data akurat seperti sektor keuangan dan perbankan untuk memitigasinya. Faktanya pabrik-pabrik tutup dan ribuan orang terdampak maka orang miskin baru akan bertambah." Pernyataan ini menggarisbawahi urgensi penanganan masalah ini, mengingat potensi peningkatan angka kemiskinan akibat PHK massal.
Anggota DPR tersebut juga menyoroti pentingnya perlindungan hak-hak pekerja yang terancam PHK. Pemerintah harus memastikan pemenuhan hak-hak pekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk pesangon dan jaminan sosial. Hal ini penting untuk meredam dampak sosial ekonomi yang mungkin terjadi akibat penutupan pabrik.
Lebih lanjut, Bane juga mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi dan pembenahan regulasi yang berkaitan dengan industri manufaktur. Ia menekankan pentingnya memperketat impor barang jadi untuk melindungi daya saing produk dalam negeri dan meningkatkan kualitas produksi domestik. Langkah-langkah konkret ini dinilai krusial untuk mencegah meluasnya dampak negatif penutupan pabrik Sanken.
Langkah Pemerintah dan Respon Kemenperin
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menyatakan bahwa penutupan pabrik Sanken di Cikarang merupakan permintaan langsung dari induk perusahaan di Jepang. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Setia Diarta, menjelaskan bahwa pabrik tersebut akan mengubah basis produksinya menjadi semikonduktor. Ini menunjukkan adanya pergeseran strategi investasi global yang perlu diantisipasi oleh pemerintah.
Meskipun Kemenperin telah mengetahui rencana penutupan tersebut, langkah-langkah konkret yang diambil untuk mengurangi dampak negatifnya masih perlu dikaji lebih lanjut. Pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai strategi, termasuk pelatihan dan penempatan kembali tenaga kerja yang terkena PHK, serta dukungan bagi industri dalam negeri untuk meningkatkan daya saingnya.
Penutupan pabrik Sanken juga menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan industri nasional. Pemerintah perlu memastikan iklim investasi yang kondusif bagi industri manufaktur di Indonesia, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada investasi asing dan menciptakan lapangan kerja yang lebih berkelanjutan.
Pemerintah perlu segera merumuskan strategi jangka panjang untuk menghadapi tantangan deindustrialisasi. Hal ini mencakup peningkatan daya saing industri dalam negeri, diversifikasi produk, dan pengembangan inovasi teknologi. Dengan demikian, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada sektor tertentu dan menciptakan perekonomian yang lebih resilient.
Penutupan pabrik Sanken menjadi peringatan penting bagi pemerintah untuk lebih proaktif dalam mengantisipasi perubahan dinamika global dan dampaknya terhadap industri dalam negeri. Langkah-langkah yang tepat dan terintegrasi sangat diperlukan untuk meminimalisir dampak negatif dan memastikan kesejahteraan pekerja serta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.