DPR Desak Penyelesaian Hukum Kasus HAM Eks Pemain Sirkus OCI
Anggota Komisi XIII DPR, Mafirion, mendesak penyelesaian hukum kasus pelanggaran HAM terhadap eks pemain sirkus OCI yang telah berlangsung selama 28 tahun.
Jakarta, 24 April 2024 - Anggota Komisi XIII DPR, Mafirion, dengan tegas mendesak penyelesaian hukum atas kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dialami para mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) Taman Safari. Kasus ini telah berlangsung selama 28 tahun dan menuntut keadilan bagi para korban.
Desakan ini muncul sebagai bentuk keprihatinan atas lambannya proses hukum dan dugaan pengabaian negara terhadap pelanggaran hak dasar warga negara. Mafirion menyatakan, "Kasus ini terkatung-katung selama 28 tahun. Negara tidak boleh abai. Kami minta proses hukum berjalan demi keadilan korban."
Kasus pelanggaran HAM terhadap eks pemain sirkus OCI telah dilaporkan tiga kali ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sejak 1997, dengan rekomendasi adanya pelanggaran HAM. Namun, rekomendasi tersebut hingga kini belum ditindaklanjuti, memicu pertanyaan atas fungsi Komnas HAM itu sendiri. Mafirion menambahkan, "Fungsi Komnas HAM dipertanyakan jika rekomendasinya tidak ditindaklanjuti."
Desakan Investigasi Ulang dan Pembentukan Tim Pencari Fakta
Mafirion mendorong Komnas HAM untuk melakukan investigasi ulang dan membentuk Panitia Kerja (Panja) atau Tim Pencari Fakta guna mengungkap kebenaran kasus ini secara menyeluruh. Ia menekankan pentingnya tindakan nyata dan berkelanjutan, bukan hanya reaksi sesaat akibat viralnya kasus ini di media sosial. "Jangan hanya viral karena emosi. Butuh tindakan nyata dan berkelanjutan," tegasnya.
Menurutnya, penyelesaian melalui jalur mediasi telah dinilai tidak mungkin karena pihak terduga pelaku dinilai tidak kooperatif dan sulit diajak berunding. Mafirion menyatakan dengan tegas, "Pelaku tanpa hati nurani tak bisa diajak berunding. Hukum satu-satunya jalan."
Lebih lanjut, Mafirion menjelaskan bahwa tuntutan korban bukan hanya sebatas ganti rugi materiil sebesar Rp3,1 miliar. Para korban memperjuangkan harkat dan martabat mereka sebagai manusia. "Ini soal harga diri yang nilainya lebih tinggi," ujarnya.
Permintaan Pendampingan Psikologis dan Pembukaan Kembali Kasus
Selain itu, Mafirion juga meminta pemerintah untuk memberikan pendampingan psikologis kepada para korban yang mengalami trauma mendalam akibat kasus ini. Ia menekankan pentingnya kehadiran negara dalam memberikan dukungan dan pemulihan bagi para korban. "Trauma mereka abadi. Negara wajib hadir," ucapnya.
Sebelumnya, pada Rabu (23/4), Komisi XIII DPR RI telah menggelar audiensi dengan para korban sirkus OCI. Dari audiensi tersebut, pimpinan komisi menyimpulkan perlunya Kepolisian Republik Indonesia (Polri) membuka kembali kasus yang telah ditutup pada tahun 1997 dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Kasus pelanggaran HAM terhadap eks pemain sirkus OCI ini menjadi sorotan publik dan mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkrit dalam memberikan keadilan bagi para korban. Perjuangan mereka bukan hanya untuk mendapatkan ganti rugi finansial, tetapi juga untuk pemulihan martabat dan pengakuan atas pelanggaran HAM yang telah mereka alami.
Langkah DPR dalam mendesak penyelesaian hukum kasus ini diharapkan dapat menjadi momentum penting dalam penegakan hukum dan perlindungan HAM di Indonesia. Ketegasan DPR dalam menuntut keadilan bagi para korban juga menjadi bukti komitmen negara dalam melindungi hak-hak dasar setiap warganya.