Enam Orang Utan Dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen, Simbol Kolaborasi Konservasi
Menteri Kehutanan melepasliarkan enam orang utan hasil rehabilitasi BOSF di Hutan Kehje Sewen, Kalimantan Timur, sebagai bukti nyata kolaborasi konservasi antara pemerintah dan lembaga swasta.
Pada Selasa, 22 April 2024, Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, melepasliarkan enam orang utan hasil rehabilitasi Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) di Hutan Kehje Sewen, Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Pelepasan ini merupakan hasil kolaborasi pemerintah pusat, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, BOSF, dan mitra swasta. Keenam orangutan tersebut telah menjalani proses rehabilitasi intensif, meliputi perawatan medis, pemulihan fisik dan mental, serta pelatihan bertahan hidup di alam liar.
Proses pelepasliaran ini menandai komitmen bersama dalam menyelamatkan orangutan, salah satu primata yang terancam punah akibat kerusakan lingkungan. Menteri Raja Juli Antoni menekankan pentingnya menjaga kelestarian hutan sebagai habitat asli orangutan, menyatakan, "Ini jadi tantangan ke depan harus lebih serius jaga hutan agar tidak semakin banyak orang utan yang direhabilitasi." Ia juga menegaskan pentingnya keseimbangan antara pembangunan nasional dan pelestarian alam, mengutip, "Pembangunan penting untuk kesejahteraan rakyat, tapi alam juga dijaga dan keseimbangan diwujudkan karena alam adalah anugerah yang harus dijaga."
Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas'ud, menambahkan bahwa pelepasliaran orangutan ini menjadi simbol kuat kolaborasi nyata antara pemerintah dan lembaga konservasi. Ia melihat pelepasliaran ini sebagai bukti nyata komitmen bersama yang akan memberikan dampak besar, tidak hanya bagi konservasi orangutan, tetapi juga keberlanjutan ekosistem dalam pembangunan daerah. Pelepasan ini juga menunjukkan keberhasilan program rehabilitasi orangutan yang dilakukan BOSF.
Sukses Rehabilitasi dan Tantangan Konservasi
Proses rehabilitasi orangutan di BOSF meliputi perawatan medis, pemulihan kondisi fisik dan mental, serta pelatihan untuk bertahan hidup di alam liar. Sebelum dilepasliarkan, setiap orangutan dinilai kesiapannya untuk kembali ke habitat aslinya. Namun, CEO BOSF, Jamartin Sihite, mengungkapkan bahwa dari total 350 orangutan dalam rehabilitasi di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, 100 ekor di antaranya tidak memungkinkan untuk dilepasliarkan karena kondisi fisik atau perilaku yang tidak memungkinkan.
Sebagian besar orangutan yang ditangani BOSF merupakan korban konflik dengan manusia, hasil peliharaan ilegal, atau ditemukan di pinggir jalan, kawasan tambang, dan wilayah terdampak pembangunan. Kondisi ini menyoroti dampak aktivitas manusia terhadap populasi orangutan. Pemerintah berencana memperkuat regulasi perlindungan satwa liar dan kawasan hutan, sejalan dengan dukungan terhadap pembangunan nasional.
Keenam orangutan yang dilepasliarkan terdiri atas tiga jantan dan tiga betina, dengan nama Sie Sie, Siti, Bugis, Uli, Mikhayla, dan Mori. Mikhayla, misalnya, ditemukan pada 12 Januari 2025 di Jalan Poros Sanggata-Bengalon, kawasan konsesi pertambangan PT Kaltim Prima Coal (KPC), dalam kondisi sangat kurus. Setelah menjalani rehabilitasi intensif, kini Mikhayla, yang berusia 10 tahun, siap kembali ke alam.
Pemantauan dan Kolaborasi Jangka Panjang
Untuk memantau pergerakan orangutan yang dilepasliarkan, dilakukan patroli rutin dan pemanfaatan teknologi telemetri yang ditanam di bawah kulit mereka. Hutan Kehje Sewen, lokasi pelepasliaran, merupakan kawasan hutan restorasi yang dikelola BOSF bersama mitra swasta. Kawasan ini telah menjadi rumah bagi puluhan orangutan hasil rehabilitasi sejak program pelepasliaran pertama kali dilakukan.
BOSF telah menjadi mitra strategis pemerintah dalam konservasi orangutan selama dua dekade terakhir. Selain program rehabilitasi dan pelepasliaran, BOSF juga aktif dalam edukasi masyarakat dan penelitian konservasi spesies langka ini. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga konservasi seperti BOSF, dan pihak swasta sangat penting untuk keberhasilan upaya konservasi orangutan dan pelestarian habitatnya di Kalimantan.
Pelepasan enam orangutan ini menjadi bukti nyata komitmen bersama dalam upaya konservasi orangutan. Keberhasilan ini diharapkan dapat menginspirasi upaya serupa di masa mendatang dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian satwa langka dan habitatnya.