FH Unmuh Jember Dorong Peran Masyarakat Sipil dalam Sistem Peradilan Pidana
Seminar Nasional di FH Unmuh Jember tekankan pentingnya peran masyarakat sipil dalam sistem peradilan pidana Indonesia yang lebih restoratif dan inklusif, seiring dengan revisi RUU KUHP.
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember menggelar seminar nasional bertajuk "Paradigma Baru Sistem Peradilan Pidana dalam Rangka Penguatan Masyarakat Sipil" di Gedung Aula Ahmad Zaenuri, Jember, Jawa Timur, pada Kamis, 8 Mei 2024. Seminar yang dihadiri ratusan peserta dari berbagai latar belakang, termasuk akademisi, praktisi hukum, mahasiswa, dan masyarakat umum, ini membahas arah baru sistem peradilan pidana Indonesia pasca-revisi RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Acara ini dilatarbelakangi oleh urgensi pembaruan sistem hukum acara pidana di Indonesia. Sistem yang selama ini berorientasi pada penghukuman dinilai perlu bergeser menuju pendekatan yang lebih restorative dan partisipatif, melibatkan peran aktif masyarakat sipil. Seminar ini menjadi wadah diskusi penting untuk membahas bagaimana RUU KUHAP yang baru dapat mewadahi paradigma baru ini.
Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah Tangerang, Dr. Auliya Khasanofa, salah satu narasumber kunci dalam seminar tersebut, menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam setiap tahap pembentukan peraturan perundang-undangan. Beliau menyatakan bahwa partisipasi ini merupakan hak konstitusional yang harus dihormati, bukan sekadar formalitas belaka. Seminar ini menjadi bukti nyata komitmen Unmuh Jember dalam mendorong partisipasi masyarakat dalam sistem peradilan.
Paradigma Baru Sistem Peradilan Pidana
Dr. Auliya Khasanofa mengkritisi paradigma lama sistem peradilan pidana Indonesia yang bersifat retributif dan koersif. Menurutnya, pendekatan tersebut sudah tidak relevan lagi dengan konteks sosial Indonesia saat ini. Beliau mendorong pendekatan yang lebih korektif, restoratif, dan rehabilitatif, yang mampu merawat hubungan sosial, bukan hanya menghukum pelaku kejahatan. Hal ini sejalan dengan semangat reformasi hukum yang tengah digalakkan.
Lebih lanjut, beliau menjelaskan pentingnya pemahaman yang komprehensif tentang restorative justice (RJ). Dr. Auliya mengkritisi pemahaman sempit tentang RJ yang hanya diartikan sebagai mediasi damai. Beliau menekankan bahwa RJ membutuhkan pendekatan yang lebih luas dan integratif, melibatkan peran aktif masyarakat sipil dalam proses pemulihan.
Penguatan masyarakat sipil, menurut Dr. Auliya, tidak dapat dipisahkan dari sistem hukum yang inklusif. Sistem hukum yang demokratis harus memberikan ruang nyata bagi partisipasi masyarakat, bukan hanya menjadikan mereka sebagai objek kebijakan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa sistem peradilan benar-benar melayani kepentingan rakyat.
RUU KUHAP dan Penguatan Masyarakat Sipil
Seminar ini juga membahas peran RUU KUHAP dalam penguatan masyarakat sipil. Dr. Auliya mengajak civitas academica, pembuat undang-undang, dan masyarakat sipil untuk bersama-sama mengawal pembaruan KUHAP agar benar-benar merefleksikan kebutuhan rakyat, bukan hanya kepentingan institusi. Beliau menekankan bahwa RUU KUHAP harus menjadi instrumen demokratisasi hukum, bukan sekadar mekanisme administrasi penegakan hukum.
Peserta seminar antusias mengikuti diskusi dan berbagai sesi tanya jawab. Seminar ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam mendorong peran masyarakat sipil yang lebih aktif dan efektif dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Partisipasi masyarakat yang lebih besar akan menghasilkan sistem peradilan yang lebih adil, transparan, dan akuntabel.
Kesimpulannya, seminar nasional di FH Unmuh Jember ini memberikan sumbangsih penting dalam mendorong reformasi sistem peradilan pidana di Indonesia. Dengan menekankan pentingnya peran masyarakat sipil dan pendekatan yang lebih restoratif, seminar ini menjadi langkah strategis dalam mewujudkan sistem peradilan yang lebih berkeadilan dan berpihak pada rakyat.