Gubernur Koster Tolak Preman Berkedok Ormas di Bali: Budaya Adat Jadi Benteng Utama
Gubernur Bali Wayan Koster tegas menolak keberadaan premanisme berkedok ormas dan menekankan pentingnya peran adat dalam menjaga keamanan Bali.
Badung, 9 Mei 2024 - Gubernur Bali, Wayan Koster, dengan tegas menyatakan penolakan terhadap keberadaan premanisme yang berkedok organisasi masyarakat (ormas) di Bali. Pernyataan ini disampaikan saat peresmian Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice di Kabupaten Badung, Kamis (8/5), sebagai respons atas viralnya kabar kehadiran ormas yang meresahkan.
Gubernur Koster menekankan, "Bentuknya ormas, tetapi kelakuannya preman, ini tidak bisa dibiarkan." Ia menambahkan bahwa Bali, khususnya Badung sebagai jantung pariwisata, tidak dapat mentolerir tindakan-tindakan liar yang merusak ruang publik, meskipun berkedok organisasi. Kehadiran ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya di Bali, yang telah membentuk kepengurusan di Kabupaten Tabanan, menjadi salah satu pemicu pernyataan tegas ini.
Lebih lanjut, Gubernur Koster mengajak masyarakat untuk kembali pada kekuatan akar budaya Bali dalam menyelesaikan masalah, yaitu desa adat. Ia menilai, memanfaatkan organisasi yang justru menimbulkan keresahan masyarakat bukanlah solusi yang tepat. "Siapa pun yang menyalahgunakan nama organisasi untuk meresahkan masyarakat, akan berhadapan langsung dengan adat dan negara," tegasnya, menekankan pentingnya tidak meremehkan kekuatan budaya Bali.
Peran Adat dan Penegakan Hukum di Bali
Gubernur Koster mengingatkan akan keberadaan sistem keamanan terpadu desa adat (Sipandu Beradat), yang terdiri dari aparat keamanan dan pecalang. Ia percaya, jika lembaga adat seperti pecalang diperkuat, Bali tidak membutuhkan ormas yang berpotensi membawa agenda tersembunyi di balik dalih menjaga keamanan. Pemprov Bali melihat program Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, berupa Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice, sebagai contoh yang baik untuk dikembangkan.
Bale Paruman Adhyaksa, yang berbasis hukum adat, diharapkan menjadi benteng baru dalam menekan kriminalitas sosial tanpa harus melalui jalur pengadilan. "Ini bukan hanya urusan hukum, ini pertaruhan masa depan Bali," kata Koster, menekankan pentingnya peran adat dalam menjaga keamanan dan ketertiban.
Kepala Kejati Bali, Ketut Sumedana, menjelaskan bahwa Bale Paruman Adhyaksa bukan sekadar simbol, melainkan bentuk nyata revitalisasi hukum adat. Balai ini terbukti efektif menyelesaikan konflik perdata dan sosial secara damai. "Kalau pidana, tentu ada batasan. Akan tetapi, konflik internal masyarakat bisa diselesaikan tanpa harus sampai ke penjara," ujarnya. Keberadaan balai ini dianggap sebagai kearifan lokal yang perlu diperkuat untuk menekan permasalahan dan menjaga ketertiban.
Dengan adanya sistem penyelesaian konflik berbasis adat dan penegakan hukum yang efektif, kehadiran preman berkedok ormas di tengah masyarakat dinilai tidak lagi diperlukan. Inilah strategi utama yang diusung oleh Pemerintah Provinsi Bali untuk menjaga keamanan dan ketertiban di Pulau Dewata.
Penguatan Desa Adat sebagai Solusi
Pemerintah Provinsi Bali melihat pentingnya penguatan desa adat sebagai solusi utama dalam mengatasi permasalahan premanisme. Dengan memberdayakan sistem keamanan terpadu desa adat (Sipandu Beradat) dan memperkuat peran pecalang, diharapkan mampu mencegah dan menangani berbagai bentuk gangguan keamanan dan ketertiban umum. Hal ini dianggap lebih efektif dan sesuai dengan kearifan lokal Bali dibandingkan dengan mengandalkan ormas yang berpotensi disusupi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Langkah ini juga sejalan dengan upaya untuk menjaga keharmonisan dan kearifan lokal Bali. Dengan mengedepankan nilai-nilai adat istiadat dan budaya Bali, diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan kondusif bagi masyarakat dan wisatawan. Pemerintah Provinsi Bali berkomitmen untuk terus mendukung dan memperkuat peran desa adat dalam menjaga keamanan dan ketertiban di Bali.
Keberadaan Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice juga menunjukkan komitmen pemerintah dalam mengoptimalkan sistem hukum yang adil dan efektif, namun tetap berlandaskan kearifan lokal. Sistem ini diharapkan mampu menyelesaikan konflik secara damai dan mencegah eskalasi kekerasan. Dengan demikian, Bali dapat tetap menjaga citranya sebagai destinasi wisata yang aman dan nyaman.
Dengan menggabungkan kekuatan adat dan hukum modern, diharapkan Bali dapat menciptakan lingkungan yang aman dan tertib tanpa harus bergantung pada ormas yang berpotensi disalahgunakan untuk tujuan yang tidak terpuji. Penguatan desa adat dan sistem hukum adat menjadi kunci utama dalam menjaga keharmonisan dan keamanan di Bali.