Hakim Tolak Keberatan Mantan Pejabat Antam Kasus Emas 109 Ton
Pengadilan Tipikor Jakarta menolak eksepsi lima mantan pejabat PT Antam terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan 109 ton emas periode 2010-2022, dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp3,31 triliun.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta baru-baru ini menolak keberatan yang diajukan oleh lima mantan pejabat PT Antam. Mereka diduga terlibat dalam kasus korupsi pengelolaan 109 ton emas Antam periode 2010-2022. Sidang putusan sela yang berlangsung Jumat lalu memutuskan dakwaan jaksa penuntut umum sudah sesuai prosedur.
Siapa yang terlibat? Lima mantan pejabat Antam yang mengajukan keberatan adalah Tutik Kustiningsih (VP UBPP LM 2008-2011), Herman (VP UBPP LM 2011-2013), Dody Martimbang (Senior Executive VP UBPP LM 2013-2017), Abdul Hadi Aviciena (GM UBPP LM 2017-2019), dan Muhammad Abi Anwar (GM UBPP LM 2019-2020). Satu terdakwa lain, Iwan Dahlan, tidak mengajukan keberatan.
Apa inti kasusnya? Kelima mantan pejabat Antam ini didakwa melakukan kerjasama emas cucian dan lebur cap emas dengan pihak ketiga tanpa kajian bisnis, legal, dan compliance yang memadai, serta tanpa persetujuan Dewan Direksi. Kerjasama ini diduga merugikan keuangan negara hingga Rp3,31 triliun.
Mengapa keberatan mereka ditolak? Hakim Ketua, Dennie Arsan Fatrika, menyatakan surat dakwaan telah memenuhi ketentuan hukum. Beliau menjelaskan bahwa keberatan yang diajukan lebih masuk ke pokok perkara dan harus dibuktikan di persidangan. Hakim menilai dakwaan sudah cermat, jelas, dan lengkap, memenuhi syarat formal dan materiil.
Bagaimana proses selanjutnya? Dengan ditolaknya eksepsi, proses persidangan akan berlanjut. Jaksa penuntut umum dapat melanjutkan pemeriksaan perkara berdasarkan surat dakwaan yang sudah diajukan. Kasus ini juga melibatkan tujuh terdakwa dari pihak swasta yang disidang terpisah.
Lebih detail tentang dakwaan: Keenam mantan pejabat Antam didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 (UU Tipikor) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Mereka diduga bekerja sama dengan tujuh terdakwa dari pihak swasta, yang juga merupakan pelanggan jasa pemurnian dan peleburan emas Antam.
Kerugian Negara: Modus operandi yang dilakukan mengakibatkan kerugian negara yang sangat signifikan, yaitu sekitar Rp3,31 triliun. Jumlah tersebut merupakan perkiraan kerugian akibat kurangnya kajian dan pengawasan dalam kerjasama bisnis pengelolaan emas.
Kesimpulannya, Pengadilan Tipikor Jakarta telah menolak eksepsi para mantan pejabat Antam. Persidangan akan berlanjut untuk membuktikan tuduhan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar. Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan good governance dalam pengelolaan aset negara.