Ibu Angkat di Lombok Tengah Tersangka Penggelapan, Uang untuk Biaya Hidup Anak?
Seorang ibu angkat di Lombok Tengah ditetapkan sebagai tersangka penggelapan uang Rp40 juta yang dikirim adiknya dari Malaysia, namun ia berdalih uang tersebut digunakan untuk membiayai hidup anak sang adik selama delapan tahun.
Seorang ibu angkat berusia 50 tahun bernama Sitah di Kecamatan Praya Tengah, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan. Kasus ini dilaporkan oleh adik kandung Sitah sendiri, berinisial SR. Peristiwa ini bermula pada tahun 2017, ketika SR menitipkan anaknya yang masih berusia 18 bulan kepada Sitah sebelum berangkat bekerja ke Malaysia.
Sitah mengaku telah menerima uang sejumlah Rp33 juta dan 11 gram emas dari SR pada tahun 2019. Ia menyatakan bahwa uang tersebut digunakan untuk membiayai kebutuhan hidup anak tersebut selama delapan tahun hingga akhirnya dikembalikan kepada SR pada akhir tahun 2024. Namun, adiknya melaporkan Sitah ke pihak berwajib pada akhir tahun 2024, menuntut ganti rugi atas uang yang telah dikirimkannya.
Konflik ini semakin rumit karena terdapat perbedaan jumlah uang yang dilaporkan. Pihak kepolisian menyatakan Sitah diduga menggelapkan uang sebesar Rp40 juta, yang menurut pelapor sebenarnya ditujukan untuk menebus sawah. Sementara itu, Sitah bersikeras bahwa uang yang diterimanya hanya Rp33 juta dan digunakan sepenuhnya untuk kebutuhan hidup anak tersebut selama masa pengasuhannya.
Ibu Angkat Bantah Tuduhan Penggelapan
Sitah membantah tuduhan penggelapan yang dilayangkan kepadanya. Ia menjelaskan bahwa uang yang diterimanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup anak tersebut, mulai dari makan, pakaian, hingga biaya pendidikan di sekolah dasar. "Total uang yang saya terima itu Rp33 juta dan 11 gram emas. Tapi uang itu untuk kebutuhan anaknya selama 8 tahun saya urus," ujar Sitah. Ia menambahkan bahwa permasalahan ini telah melalui proses mediasi, namun tidak membuahkan hasil.
Kuasa hukum Sitah, Apriadi Abdi Negara, meminta agar pihak kepolisian melakukan gelar perkara ulang di Polda NTB. Apriadi berpendapat bahwa kliennya tidak memiliki niat jahat dan uang tersebut digunakan untuk kepentingan anak yang dititipkan. "Uang yang diberikan itu untuk biaya anaknya. Kalau dihitung untuk biaya mengurus anak tentu tidak cukup, tapi ini namanya saudara saling membantu," jelas Apriadi. Ia juga menekankan bahwa anak tersebut telah dibesarkan selama delapan tahun dan terdaftar dalam Kartu Keluarga (KK) kliennya.
Apriadi berargumen bahwa kasus ini bukan merupakan kasus penipuan atau penggelapan, melainkan masalah keluarga yang seharusnya diselesaikan secara kekeluargaan. Ia menyoroti pengasuhan anak selama delapan tahun sebagai bukti bahwa kliennya tidak berniat untuk menggelapkan uang tersebut. "Anak itu dibesarkan delapan tahun dan telah masuk dalam kartu keluarga (KK) klien saya," tegasnya.
Polisi Benarkan Penetapan Tersangka
Sementara itu, Kasi Humas Polres Lombok Tengah, Iptu Lalu Bratha, membenarkan penetapan Sitah sebagai tersangka. Ia menjelaskan bahwa meskipun telah dilakukan mediasi, kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan. Iptu Lalu menambahkan bahwa pelapor mengirimkan uang tambahan di luar biaya hidup anak, yaitu Rp40 juta yang ditujukan untuk menebus sawah. "Selain biaya untuk menghidupi anaknya, pelapor mengirimkan uang di luar biaya hidup tersebut,” jelasnya.
Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, Iptu Lalu menyatakan bahwa Sitah belum ditahan dan masih menjalani proses pemeriksaan lebih lanjut. "Penahanan tersangka belum dilakukan, karena masih dimintai keterangan," kata Iptu Lalu. Kasus ini kini masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut oleh pihak kepolisian.
Kasus ini menyoroti kompleksitas hubungan keluarga dan implikasi hukum dalam situasi peka seperti ini. Perbedaan persepsi antara kedua belah pihak mengenai penggunaan uang menimbulkan permasalahan hukum yang perlu dikaji lebih lanjut. Proses hukum yang sedang berlangsung diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.