IHSG Anjlok 1,83 Persen, Ancaman Tarif Trump Jadi Biang Keladi
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah tajam 1,83 persen pada Kamis, di tengah kekhawatiran pelaku pasar akan kebijakan tarif baru Presiden AS Donald Trump.
Jakarta, 27 Februari 2024 - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) ditutup melemah signifikan pada Kamis sore, seiring kekhawatiran pelaku pasar, terutama investor asing, terhadap kebijakan tarif yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Penurunan IHSG mencapai 120,73 poin atau 1,83 persen, menutup perdagangan di angka 6.485,45. Indeks LQ45 pun turut terdampak, anjlok 16,06 poin (2,15 persen) ke posisi 731,79.
Ancaman tarif impor yang dilayangkan Trump menjadi penyebab utama penurunan IHSG. "Ancaman tarif Donald Trump ke Uni Eropa sebesar 25 persen jadi kekhawatiran pasar," ungkap Ekonom dan Praktisi Pasar Modal Hans Kwee kepada Antara di Jakarta. Para pelaku pasar terus mencermati dampak potensial dari meningkatnya ancaman tarif tersebut, yang berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi global.
Situasi ini diperparah dengan rencana Trump untuk mempertimbangkan tarif 'timbal balik' sebesar 25 persen pada mobil Eropa dan barang-barang lainnya, seperti yang diindikasikan pada Rabu lalu. Selain itu, konfirmasi Trump bahwa tarif pada Meksiko dan Kanada akan berlaku efektif 2 April, bukan 4 Maret seperti yang dijadwalkan sebelumnya, semakin menambah ketidakpastian di pasar.
Ancaman Tarif dan Antisipasi Data Ekonomi AS
Pasar juga tengah menantikan rilis beberapa data ekonomi penting AS pada pekan ini. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (GDP Growth Rate) kuartalan diperkirakan menurun dari 3,1 persen menjadi 2,3 persen. Sementara itu, Core PCE Price Index diperkirakan naik dari 0,2 persen menjadi 0,3 persen. Personal Income diperkirakan turun dari 0,4 persen menjadi 0,3 persen, dan Personal Spending MoM diperkirakan turun dari 0,7 persen menjadi 0,1 persen. Data-data ini akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai kondisi ekonomi AS dan berpotensi mempengaruhi sentimen pasar.
Selain data AS, investor juga memperhatikan data NBS Manufacturing PMI China yang diperkirakan naik dari 49,1 menjadi 50. Data ini akan memberikan indikasi mengenai kinerja sektor manufaktur di China dan dampaknya terhadap perekonomian global. Kondisi ini membuat investor cenderung berhati-hati dalam berinvestasi.
Di tengah ketidakpastian ini, bursa saham Asia menunjukkan pergerakan yang variatif. Investor tetap waspada menjelang 'Two Sessions' di China pekan depan, di mana pemerintah akan memaparkan rencana kebijakan untuk tahun mendatang. Perhatian tertuju pada langkah-langkah stimulus fiskal yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Dampak pada Sektor dan Saham
IHSG dibuka melemah dan terus berada di zona merah hingga penutupan sesi pertama dan kedua. Berdasarkan Indeks Sektoral IDX-IC, hanya sektor barang konsumen non primer yang menguat (0,22 persen). Sepuluh sektor lainnya mengalami penurunan, dengan sektor kesehatan mengalami penurunan terdalam (-1,96 persen), diikuti sektor keuangan (-1,69 persen) dan sektor barang baku (-0,11 persen).
Saham-saham yang mengalami penguatan terbesar antara lain MSIN, LABA, LIVE, AREA, dan TAXI. Sebaliknya, saham-saham yang mengalami pelemahan terbesar adalah VAST, WAPO, MDRN, KOTA, dan MREI. Total frekuensi perdagangan mencapai 1.139.000 transaksi, dengan volume perdagangan 18,51 miliar lembar saham senilai Rp12,98 triliun. Dari total saham yang diperdagangkan, 209 saham naik, 435 saham turun, dan 311 saham stagnan.
Bursa saham regional Asia menunjukkan kinerja yang beragam. Indeks Nikkei menguat 0,30 persen, indeks Shanghai naik 0,23 persen, indeks Kuala Lumpur melemah 2,11 persen, dan indeks Straits Times menguat 0,34 persen.
Ketidakpastian ekonomi global yang sedang berlangsung, ditambah dengan kurangnya stimulus yang agresif dan meningkatnya ketegangan geopolitik dan perdagangan dengan AS, menciptakan sentimen hati-hati di pasar. Di Jepang, Bank of Japan diperkirakan akan menaikkan suku bunga lebih lanjut tahun ini, merespon kenaikan inflasi kuartal keempat yang tidak terduga dan pertumbuhan upah yang kuat.