Indonesia Diminta Antisipasi Dampak Perang Dagang AS-China
Pemerintah Indonesia didesak melakukan lobi intensif kepada perusahaan agar relokasi investasi tidak lari ke negara lain akibat perang dagang AS-China, sekaligus mengantisipasi membanjirnya produk China ke pasar Indonesia.
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara, mendesak pemerintah Indonesia untuk segera melakukan pendekatan kepada perusahaan yang berpotensi terdampak perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Hal ini disampaikan Bhima usai diskusi bertajuk ‘Omon-Omon Kesejahteraan: Rapor Bayangan 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran’ di Jakarta, Kamis (23/1). Menurutnya, jika perang dagang AS-China terjadi, Indonesia sebagai anggota BRICS berpotensi menjadi sasaran pengenaan tarif tinggi.
Bhima memperingatkan potensi kerugian bagi Indonesia jika perang dagang terjadi. Negara-negara seperti Vietnam, yang bukan anggota BRICS, justru berpotensi meraih keuntungan besar dari relokasi investasi dan pabrik dari perusahaan yang menghindari tarif tinggi dari Amerika Serikat. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pemerintah proaktif menarik investasi dan mencegah relokasi pabrik dari dalam negeri.
Pemerintah perlu mendekati perusahaan-perusahaan tersebut agar mereka mempertimbangkan untuk merelokasi investasi dan pabrik mereka ke Indonesia. Strategi ini dinilai krusial untuk meminimalisir dampak negatif perang dagang terhadap perekonomian Indonesia. Selain itu, pemerintah juga harus memastikan agar pabrik dan investasi yang sudah ada di Indonesia tetap aman dan tidak direlokasi ke negara lain.
Ancaman lain yang dihadapi Indonesia adalah potensi membanjirnya produk-produk China ke pasar Indonesia. Hal ini disebabkan oleh tarif tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap barang-barang impor China. Indonesia, dengan bonus demografi dan hambatan non-tarif yang rendah terhadap produk China, menjadi pasar yang sangat potensial. Data impor barang non-migas dari China menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 33 persen dalam satu tahun terakhir (2024), menunjukkan Indonesia telah menjadi tujuan alternatif produk-produk China.
Perang dagang AS-China dipicu oleh rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengenakan tarif 10 persen terhadap barang impor dari China mulai 1 Februari. Ancaman tarif hingga 100 persen juga dilayangkan Trump terhadap negara-negara BRICS jika mereka menciptakan mata uang alternatif untuk menyaingi dolar AS. Namun, Presiden Rusia Vladimir Putin menilai wacana mata uang BRICS masih terlalu dini.
BRICS sendiri merupakan aliansi ekonomi yang dibentuk pada 2006, awalnya beranggotakan Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Saat ini, lima negara telah bergabung, termasuk Indonesia. Situasi ini membuat Indonesia perlu bersiap menghadapi berbagai kemungkinan dampak perang dagang, baik berupa relokasi investasi maupun peningkatan impor produk China.
Kesimpulannya, pemerintah Indonesia harus bertindak cepat dan proaktif untuk meminimalisir dampak negatif perang dagang AS-China. Lobi intensif kepada perusahaan, perlindungan investasi dalam negeri, dan antisipasi terhadap peningkatan impor produk China menjadi langkah-langkah penting yang perlu diambil. Kegagalan dalam melakukan antisipasi dapat berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia.