Kajati Sulsel Setujui Dua Kasus Tindak Pidana Diselesaikan Lewat Restorative Justice
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menyetujui penggunaan restorative justice untuk dua kasus tindak pidana, penggelapan dan pencurian, setelah mempertimbangkan berbagai faktor seperti latar belakang tersangka dan kerugian korban.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Selatan, Agus Salim, resmi menyetujui penyelesaian dua kasus dugaan tindak pidana melalui jalur restorative justice (RJ) atau keadilan restoratif. Keputusan ini diumumkan Jumat lalu di Makassar, setelah melalui ekspose kasus yang melibatkan Kejari Kota Makassar dan Kejari Kabupaten Pangkep.
Kedua kasus tersebut, satu kasus penggelapan dan satu kasus pencurian, dinilai layak diselesaikan melalui RJ. Agus Salim menekankan bahwa RJ memberikan solusi restoratif, merekonsiliasi para pihak yang terlibat, dan mengembalikan harmoni sosial. Prosesnya tetap memperhatikan pertanggungjawaban pelaku, sesuai Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Kasus Penggelapan di Makassar melibatkan tersangka Fazlur Rahman (39). Ia didakwa dengan pasal 374, 372, atau 378 KUHP atas penggelapan uang Rp150 juta milik korban inisial API (39). Uang tersebut seharusnya disetorkan ke PT Gowa Kencana Motor (GKM), namun justru digelapkan oleh Fazlur yang berprofesi sebagai pengacara. Pertimbangan penerapan RJ meliputi status Fazlur sebagai tulang punggung keluarga yang membiayai pendidikan adik-adiknya dan pengobatan ayahnya.
Kasus Pencurian di Pangkep melibatkan tersangka Muh Yusran alias Ucu (36), yang didakwa melanggar Pasal 362 KUHP atas pencurian uang Rp1.096.000 dan penarikan uang tunai Rp20,4 juta dari ATM korban inisial SS. Uang hasil pencurian tersebut digunakan untuk membeli berbagai barang dan kebutuhan sehari-hari. Pertimbangan penerapan RJ didasarkan pada status Ucu sebagai kepala keluarga yang istrinya penyandang disabilitas dan memiliki anak berusia 8 tahun. Ia bekerja sebagai penyalur asam, dibantu istrinya.
Kedua kasus ini memenuhi beberapa kriteria penting untuk penerapan RJ. Para tersangka merupakan pelaku pertama kali, ancaman hukuman di bawah 5 tahun, terdapat perdamaian antara korban dan tersangka, dan kerugian materiil telah diganti.
Kajati Agus Salim menegaskan persetujuan atas permohonan RJ. Ia menekankan pentingnya melengkapi administrasi, mengembalikan barang bukti, dan pembebasan tersangka setelah proses RJ selesai. Beliau juga mengingatkan agar proses RJ tetap berjalan transparan dan bebas dari unsur transaksional, dengan melakukan Audit Gabungan Tim Hukum (AGTH) setelah pelaksanaan RJ.
Penerapan restorative justice dalam dua kasus ini menunjukan komitmen Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dalam mencari solusi yang lebih humanis dan efektif dalam menyelesaikan perkara, terutama bagi kasus yang memenuhi kriteria tertentu. Proses ini juga menekankan pentingnya pemulihan hubungan dan perdamaian antara korban dan pelaku.