Kasus Perdagangan Bayi di Riau: Aparat Didesak Terapkan Pasal Berlapis
Kementerian PPPA mendesak penegak hukum di Riau untuk menjerat pelaku perdagangan bayi dengan pasal berlapis, terkait kasus adopsi ilegal yang melibatkan enam tersangka dan penyelamatan satu bayi perempuan.
Kasus perdagangan bayi dengan modus adopsi ilegal menghebohkan Pekanbaru, Riau. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) pun angkat bicara. Mereka mendesak aparat penegak hukum untuk menjerat para pelaku dengan pasal berlapis guna memberikan efek jera. Penangkapan enam tersangka dan penyelamatan seorang bayi perempuan berusia empat hari menjadi sorotan utama.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar, menjelaskan perlunya penerapan pasal berlapis dalam kasus ini. Salah satu pasal yang bisa diterapkan adalah Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Pasal ini mengatur ancaman hukuman penjara tiga hingga 15 tahun dan denda Rp120 juta hingga Rp600 juta bagi siapapun yang melakukan pengangkatan anak dengan maksud eksploitasi.
Selain itu, para pelaku juga dapat dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Nahar menambahkan, pengangkatan anak secara ilegal jelas melanggar hukum. Pasal 79 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memberikan sanksi pidana penjara maksimal lima tahun atau denda Rp100 juta bagi yang melanggar ketentuan tersebut.
Kronologi kasus ini berawal dari penangkapan tiga perempuan di Pekanbaru pada 18 Januari 2024 oleh Polsek Limapuluh. Ketiga tersangka, TH (31), EJ (49), dan AT (42), diduga terlibat dalam jaringan perdagangan bayi melalui media sosial TikTok. Bayi perempuan berusia empat hari berhasil diselamatkan dalam operasi tersebut.
Salah satu tersangka, EJ, diketahui berprofesi sebagai bidan di sebuah rumah sakit di Duri, Kabupaten Bengkalis. Ia diduga menjadi sumber bayi yang dijual kepada AT seharga Rp25 juta. AT sendiri berencana menjual kembali bayi tersebut dengan harga Rp35 juta. Fakta mengejutkan terungkap, AT mengaku telah melakukan transaksi serupa sebanyak lima kali di Medan, juga melalui TikTok.
Tidak berhenti sampai disitu, penyidik berhasil menangkap tiga tersangka lainnya, yaitu Z (45), JB (24), dan SP (37). Hal ini menunjukkan adanya jaringan yang terstruktur dalam kasus perdagangan bayi ini. Polisi masih terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap seluruh jaringan dan kemungkinan adanya korban lain.
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang bahaya perdagangan bayi dan perlunya perlindungan yang lebih kuat bagi anak-anak. Penerapan pasal berlapis diharapkan dapat memberikan hukuman yang setimpal kepada para pelaku dan mencegah kejadian serupa terulang di masa mendatang. Peran media sosial dalam kasus ini juga menjadi perhatian serius, mengingat TikTok digunakan sebagai alat untuk melancarkan aksi ilegal tersebut.