Kebutuhan Pembangkit Listrik Basis Gas PLN Turun, Hanya 10,3 GW di 2035
PLN merevisi kebutuhan pembangkit listrik tenaga gas hingga 2035 menjadi 10,3 GW, turun signifikan dari proyeksi sebelumnya 15,2 GW, seiring upaya transisi energi nasional.
Direktur Manajemen Pembangkitan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Adi Lumakso, mengumumkan revisi signifikan pada kebutuhan pembangkit listrik tenaga gas. Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XII DPR RI di Jakarta, Senin, Adi menyatakan bahwa kebutuhan pembangkit basis gas hingga tahun 2035 kini mencapai 10,3 Giga Watt (GW). Angka ini jauh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang mencapai 15,2 GW, menunjukkan penurunan sekitar 14 persen dalam penggunaan gas untuk pembangkitan listrik.
Pengurangan ini merupakan bagian dari strategi PLN dalam mendukung target transisi energi nasional. Meskipun gas masih menjadi bahan bakar penting, PLN telah melakukan koreksi pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2024-2035 untuk mengakomodasi perubahan ini. Keputusan ini mencerminkan komitmen PLN untuk menyeimbangkan kebutuhan energi dengan upaya mengurangi emisi karbon.
Revisi ini juga mempertimbangkan tren pertumbuhan kebutuhan energi Indonesia. Proyeksi menunjukkan kebutuhan energi akan terus meningkat, dengan konsumsi gas mencapai 1.700 KWh per kapita pada tahun 2027 dan terus meningkat hingga tahun 2034. Namun, PLN berupaya untuk mengoptimalkan penggunaan gas sambil tetap mengejar target transisi energi yang lebih berkelanjutan.
Kebijakan Transisi Energi dan Optimalisasi Sumber Daya
Keputusan PLN untuk mengurangi ketergantungan pada pembangkit listrik tenaga gas sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam mendorong transisi energi. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, sebelumnya menargetkan penyelesaian penyusunan RUPTL 2025-2034 pada April 2025. Dalam proses penyusunan tersebut, pemerintah berupaya untuk menyeimbangkan kebutuhan energi dengan upaya penurunan emisi karbon.
Pemerintah berkomitmen untuk mengoptimalkan potensi sumber daya alam Indonesia, termasuk energi baru dan terbarukan (EBT). Hal ini menunjukkan upaya untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Dengan demikian, revisi RUPTL oleh PLN merupakan langkah penting dalam mencapai target tersebut.
Proses revisi RUPTL melibatkan pertimbangan yang matang dan komprehensif. PLN dan pemerintah secara bersama-sama berupaya untuk menemukan titik temu antara pemenuhan kebutuhan energi nasional dengan komitmen terhadap lingkungan. Dengan demikian, revisi ini diharapkan dapat menjadi langkah strategis dalam mencapai target transisi energi Indonesia.
"Kami sadar bahwa memang kebutuhan gas ini sangat besar, (sehingga) di RUPTL tahun 2024-2035, sudah kami koreksi, di mana pertumbuhan pembangkit di basis gas, tadinya 15,2 GW atau setara 20 persen power energy, kita turunkan jadi 10,3 GW," jelas Adi Lumakso dalam rapat tersebut. Pernyataan ini menekankan komitmen PLN untuk mengurangi emisi karbon dan beralih ke sumber energi yang lebih berkelanjutan.
Implikasi bagi Ketahanan Energi Nasional
Penurunan proyeksi kebutuhan pembangkit listrik tenaga gas memiliki implikasi penting bagi ketahanan energi nasional. PLN perlu memastikan pasokan energi tetap tercukupi dengan memanfaatkan sumber energi alternatif. Hal ini memerlukan investasi dan pengembangan infrastruktur yang memadai untuk mendukung transisi energi.
Perencanaan yang matang dan terintegrasi sangat penting untuk memastikan transisi energi berjalan lancar dan tidak mengganggu keandalan pasokan listrik. PLN dan pemerintah perlu terus berkoordinasi untuk memastikan keberhasilan program transisi energi dan menjaga stabilitas sistem kelistrikan nasional.
Selain itu, perlu adanya dukungan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat, untuk mendukung upaya transisi energi. Kesadaran akan pentingnya energi berkelanjutan dan partisipasi aktif masyarakat dalam menghemat energi akan sangat membantu dalam mencapai target transisi energi nasional.
Dengan revisi RUPTL ini, PLN menunjukkan komitmennya terhadap transisi energi yang berkelanjutan. Namun, keberhasilan transisi ini membutuhkan perencanaan yang matang, investasi yang memadai, dan dukungan dari berbagai pihak. Langkah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi lingkungan dan ketahanan energi Indonesia di masa depan.