Kemenkes Dorong Perubahan Perilaku Cegah Gangguan Pendengaran: Waspada Risiko di Kalangan Anak dan Pekerja
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) gencar promosikan perubahan perilaku untuk mencegah gangguan pendengaran, terutama pada anak-anak, pelajar, dan pekerja di lingkungan bising, seiring tingginya prevalensi disabilitas pendengaran di Indonesia.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) gencar mengkampanyekan perubahan perilaku untuk mencegah peningkatan kasus gangguan pendengaran di Indonesia. Sasaran utama kampanye ini adalah anak-anak, pelajar, pekerja di lingkungan bising, dan individu dengan penyakit degeneratif. Hal ini didorong oleh data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang menunjukkan prevalensi disabilitas pendengaran di atas 1 tahun mencapai 0,4 persen, dengan 4,1 persen penduduk di atas 1 tahun menggunakan alat bantu dengar. Kampanye ini diluncurkan dalam rangka memperingati Hari Pendengaran Sedunia 2025.
Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, Yudhi Pramono, mengungkapkan keprihatinannya atas angka disabilitas pendengaran yang cukup tinggi. "Artinya ada 4 dari 100 orang di Indonesia adalah pengguna alat bantu dengar. Data ini menunjukkan bahwa angka disabilitas akibat gangguan pendengaran cukup tinggi di Indonesia," ujarnya dalam temu media daring. Ia juga menyoroti infeksi telinga sebagai penyebab utama gangguan pendengaran pada anak di bawah 5 tahun, dengan diperkirakan 22,6 persen kasus Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) pada remaja dan dewasa muda.
Tantangan terbesar dalam pencegahan gangguan pendengaran, menurut Yudhi, adalah perubahan perilaku. Paparan bising dari lingkungan kerja dan penggunaan perangkat elektronik secara berlebihan menjadi faktor risiko utama. Gangguan pendengaran dapat terjadi dalam berbagai tingkat keparahan, mulai dari sedang hingga sangat berat.
Strategi Pencegahan Gangguan Pendengaran
Kemenkes telah merumuskan sejumlah strategi efektif untuk mengurangi angka gangguan pendengaran. Strategi tersebut meliputi imunisasi untuk mencegah infeksi telinga, program konservasi pendengaran di tempat kerja yang menerapkan standar keamanan kebisingan, dan edukasi perilaku mendengarkan yang aman, khususnya di lingkungan rekreasi. Penggunaan obat secara rasional juga menjadi bagian penting dari strategi ini.
Selain itu, Kemenkes juga memberikan dukungan pembiayaan melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk alat bantu dengar. Upaya komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dilakukan melalui berbagai media, termasuk media sosial, temu wicara, webinar, dan seminar virtual. Fasilitas telekonsultasi dan telemedisin juga difasilitasi, serta peningkatan teknologi informasi untuk pencatatan dan pelaporan data.
Kemenkes menekankan pentingnya deteksi dini di fasilitas kesehatan, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di lingkungan bising, dan kebiasaan mendengarkan musik dengan volume yang aman. Dengan demikian, diharapkan masyarakat dapat lebih peduli dan aktif mencegah gangguan pendengaran.
Perubahan Perilaku: Kunci Pencegahan
Perubahan perilaku merupakan kunci utama dalam upaya pencegahan gangguan pendengaran. Hal ini mencakup kesadaran akan risiko paparan bising di lingkungan kerja dan hiburan, serta penerapan kebiasaan mendengarkan yang aman. Penggunaan APD di lingkungan bising juga sangat penting untuk melindungi pendengaran dari kerusakan permanen.
Kemenkes berharap melalui berbagai strategi dan kampanye yang dilakukan, masyarakat Indonesia semakin sadar akan pentingnya menjaga kesehatan pendengaran. Deteksi dini dan penanganan yang tepat sangat penting untuk mencegah gangguan pendengaran yang lebih parah di kemudian hari. Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait, diharapkan angka gangguan pendengaran di Indonesia dapat ditekan.
"Dia menuturkan paparan bising menjadi faktor risiko yang cukup besar menimbulkan gangguan pendengaran, serta penggunaan perangkat elektronik atau peranti dengar yang semakin marak untuk hiburan." Pernyataan ini menekankan pentingnya kesadaran masyarakat akan bahaya paparan suara keras dan penggunaan perangkat elektronik secara berlebihan.
Selain itu, akses terhadap layanan kesehatan yang terjangkau dan informasi yang mudah diakses juga sangat penting untuk mendukung upaya pencegahan ini. Dengan demikian, diharapkan masyarakat dapat lebih proaktif dalam menjaga kesehatan pendengaran mereka.
Langkah-langkah yang dilakukan Kemenkes ini diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam menurunkan angka gangguan pendengaran di Indonesia dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.