Kendala NIK dan Teknologi Hambat Kepesertaan JKN di Jakarta
Nomor Induk Kependudukan (NIK) tidak aktif dan rendahnya literasi digital menghambat cakupan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Jakarta, meskipun capaian kepesertaan sudah melampaui target.
Jakarta, 7 Mei 2025 - Persentase kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Jakarta telah melampaui target, namun kendala masih menghalangi cakupan universal. Kepala Unit Pengelola Jaminan Kesehatan Jakarta Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ratna Sari, mengungkapkan dua kendala utama: Nomor Induk Kependudukan (NIK) tidak aktif dan rendahnya literasi digital di kalangan masyarakat.
Berdasarkan data Maret 2025, 98,79 persen penduduk Jakarta telah terdaftar sebagai peserta JKN, melampaui target 98 persen. Namun, Ratna menjelaskan bahwa banyak calon peserta yang terkendala karena data kependudukannya tidak sinkron. "Jadi banyak calon peserta mengalami kendala akibat data kependudukannya belum sinkron. Ada yang NIK-nya tidak aktif, ada yang data ganda, sehingga walaupun sudah mendaftar menjadi tidak aktif," jelasnya dalam acara 'Sudah Tepatkah Kepesertaan JKN mu?'.
Selain masalah NIK, akses terhadap aplikasi mobile JKN dan kanal digital lainnya juga menjadi hambatan. Masyarakat yang kurang familiar dengan teknologi, terutama lansia, kesulitan memanfaatkan platform digital ini untuk mengurus kepesertaan JKN. "Bagi yang mungkin gaptek atau kurang familier dengan aplikasi tersebut, misalnya ada lansia yang penglihatannya atau karena keterbatasan pengetahuannya atau warga dengan keterbatasan digital itu belum bisa mengakses," ungkap Ratna.
Kendala Data Kependudukan dan Akses Digital
Ratna menekankan pentingnya memastikan data kependudukan di KTP dan KK sudah akurat sebelum mendaftar JKN. Kesalahan data, seperti NIK tidak aktif atau data ganda, dapat menyebabkan kegagalan pendaftaran. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan Dukcapil untuk memastikan validitas data kependudukan.
Rendahnya literasi digital juga menjadi tantangan tersendiri. Banyak warga, khususnya lansia, kesulitan menggunakan aplikasi mobile JKN dan kanal digital lainnya. Pemerintah perlu menyediakan alternatif layanan yang lebih mudah diakses bagi kelompok rentan ini, misalnya melalui layanan tatap muka atau bantuan dari petugas.
Selain itu, kurangnya informasi dan edukasi mengenai manfaat JKN juga menjadi masalah. Ratna menjelaskan bahwa JKN bertujuan memberikan perlindungan kesehatan agar masyarakat tidak perlu khawatir dengan biaya pengobatan saat sakit. "Jadi jangan-jangan nanti kita menjadi sakit parah di rumah sakit ini bukan gara-gara penyakitnya itu sendiri, tapi karena pusing memikirkan biayannya," imbuhnya.
Distribusi Kepesertaan JKN di Jakarta
Data per Maret 2025 menunjukkan bahwa peserta JKN di DKI Jakarta didominasi oleh peserta yang didaftarkan pemerintah daerah (PD Pemda), yaitu 40,38 persen atau sekitar 4,4 juta orang. Kemudian diikuti oleh Pekerja Penerima Upah (PPU) sebanyak 35,89 persen (3,9 juta orang).
Selanjutnya, Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) mencapai 12,5 persen (1,3 juta orang), sementara Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) masing-masing berkontribusi 9 persen dan 2 persen, atau sekitar 1,2 juta penduduk DKI Jakarta.
Meskipun capaian kepesertaan JKN di Jakarta sudah tinggi, pemerintah perlu mengatasi kendala NIK dan literasi digital agar cakupan JKN semakin optimal. Sosialisasi yang lebih intensif dan penyediaan layanan alternatif bagi masyarakat yang kurang menguasai teknologi sangat penting untuk memastikan seluruh warga Jakarta mendapatkan perlindungan kesehatan yang layak.
Ke depannya, peningkatan kolaborasi antar instansi terkait, seperti Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) dan BPJS Kesehatan, diperlukan untuk mempermudah proses pendaftaran dan memastikan data kependudukan akurat. Dengan demikian, tujuan universal health coverage dapat terwujud di Jakarta.