Kinerja Penyelenggara Pemilu Pesawaran Dipertanyakan Usai Putusan MK
Akademisi Unila menilai kinerja penyelenggara pemilu di Pesawaran perlu dievaluasi setelah MK membatalkan hasil Pilkada karena cacat hukum dalam verifikasi calon.
Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini membuat keputusan yang mengejutkan dengan membatalkan hasil Pilkada Kabupaten Pesawaran 2024. Keputusan ini berdampak pada diskualifikasi Aris Sandi Darma sebagai calon bupati terpilih karena dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan. Akibatnya, pemungutan suara ulang (PSU) harus dilaksanakan, menimbulkan pertanyaan besar mengenai kinerja penyelenggara pemilu di daerah tersebut. Kejadian ini juga menimbulkan kerugian materiil dan moril yang signifikan.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung (Unila), Darmawan Purba S.IP, M.IP, secara tegas menyatakan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kinerja penyelenggara pemilu di Kabupaten Pesawaran. Menurut beliau, ketidakcermatan dalam proses verifikasi syarat pencalonan Aris Sandi Darma Putra menjadi penyebab utama gagalnya Pilkada dan berujung pada PSU. "Kinerja penyelenggara pemilu Kabupaten Pesawaran perlu dievaluasi karena dinilai tidak cermat dalam mengelola dan mengawasi pemilu," tegas Darmawan dalam sebuah pernyataan di Bandarlampung, Selasa.
Dampak dari putusan MK ini sangat luas. Tidak hanya kerugian materiil yang harus ditanggung, tetapi juga potensi penurunan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi di Indonesia. Darmawan menekankan pentingnya pembelajaran dari kejadian ini agar kejadian serupa tidak terulang kembali. "Banyak kerugian moril dan materiil bahkan bisa saja kepercayaan publik terhadap praktik demokrasi semakin buruk atas kejadian ini," tambahnya.
Evaluasi dan Pengawasan yang Lebih Ketat
Darmawan Purba menyoroti perlunya pengawasan yang lebih ketat dan independen dalam proses Pilkada ulang di Pesawaran. Beliau mengusulkan pembentukan tim pengawas atau pemantau independen untuk mengawasi seluruh tahapan PSU. Hal ini bertujuan untuk memastikan proses berjalan sesuai aturan dan mencegah terulangnya kesalahan serupa. "Ini sangat perlu diinisiasi karena walaupun penyelenggara telah menjalankan sesuai aturan dan melaksanakan proses tahapan sesuai kewenangan aturan, tapi faktanya keputusan KPU dibatalkan MK, atas masalah keabsahan ijazah, nah yang memeriksa, memvalidasi dan menetapkan kan KPU," jelasnya.
Menurutnya, inisiatif ini penting untuk menjaga integritas proses demokrasi dan mencegah potensi manipulasi atau kecurangan. Dengan pengawasan yang lebih ketat, diharapkan PSU di Pesawaran dapat berjalan lancar dan menghasilkan pemimpin yang sah dan diterima oleh masyarakat. Tim independen ini diharapkan dapat memberikan laporan yang transparan dan akuntabel kepada publik.
Selain pengawasan yang lebih ketat, Darmawan juga menekankan pentingnya perbaikan sistem verifikasi dan validasi dokumen persyaratan calon. Proses verifikasi yang lebih teliti dan detail perlu diterapkan untuk mencegah kesalahan administrasi yang dapat berdampak fatal seperti yang terjadi pada Pilkada Pesawaran.
Proses verifikasi yang lebih ketat juga perlu diiringi dengan peningkatan kapasitas dan pelatihan bagi penyelenggara pemilu. Hal ini penting untuk memastikan bahwa penyelenggara pemilu memiliki pemahaman yang komprehensif tentang aturan dan prosedur yang berlaku.
Langkah-langkah Selanjutnya
Menanggapi putusan MK, Darmawan menegaskan pentingnya semua pihak untuk menghormati dan menjalankan keputusan tersebut. KPU dan Bawaslu daerah harus segera mempersiapkan tahapan PSU dengan cermat dan teliti. Pemerintah daerah juga harus menyiapkan anggaran yang cukup untuk mendukung pelaksanaan PSU. Partai politik pengusung pasangan calon nomor urut 01 juga harus segera menyeleksi calon pengganti Aris Sandi Darma Putra.
Putusan MK yang membatalkan hasil Pilkada Pesawaran karena cacat hukum dalam penerbitan surat keterangan pendamping ijazah (SKPI) Aris Sandi, menjadi sorotan penting. MK menilai SKPI yang diterbitkan pada 19 Juli 2018 tersebut cacat hukum secara materiil dan tidak dapat digunakan sebagai pengganti ijazah SMA. Hal ini menunjukkan pentingnya verifikasi dokumen yang lebih teliti dan komprehensif dalam proses pencalonan.
MK menekankan perlunya PSU untuk menghadirkan legitimasi dan dukungan rakyat kepada calon yang kelak terpilih. Oleh karena itu, pelaksanaan PSU harus dilakukan secara transparan, adil, dan demokratis untuk memastikan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi tetap terjaga. Semua pihak harus bekerja sama untuk memastikan PSU berjalan lancar dan menghasilkan pemimpin yang sah dan diterima oleh masyarakat.
Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi penyelenggara pemilu di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas kerja mereka. Evaluasi menyeluruh dan perbaikan sistem sangat penting untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang dan memastikan integritas proses demokrasi di Indonesia.