KKP Tindak Tegas Kapal Lakukan Alih Muat Ilegal di Laut Aru
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menindak tegas kapal ikan yang melanggar aturan alih muat ikan di Laut Aru, mengancam keberlanjutan pengelolaan perikanan Indonesia.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menindak tegas sebuah Kapal Ikan Indonesia (KII) yang kedapatan melakukan pelanggaran alih muat ikan (transhipment) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 718 Laut Aru. Tindakan tegas ini dilakukan pada 24 Februari 2025, berdasarkan temuan tim Pengawas Perikanan Pangkalan PSDKP Tual. Pelanggaran tersebut dinilai merugikan pengelolaan perikanan berkelanjutan di Indonesia.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono (Ipunk), menjelaskan bahwa tindakan alih muat ikan ilegal ini bertentangan dengan kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang dicanangkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono. "Tindakan alih muat ikan ilegal akan mengganggu pengumpulan data ikan yang ditangkap dan potensi kapal menangkap ikan melebihi kuota semakin besar," tegas Ipunk dalam keterangan resminya.
Kebijakan PIT sendiri bertujuan untuk pengelolaan sumber daya perikanan yang lebih baik dan berkelanjutan. Dengan pengawasan yang ketat, diharapkan praktik ilegal seperti alih muat ikan dapat ditekan, sehingga keberlanjutan stok ikan terjaga. Hal ini sejalan dengan arahan Menteri Trenggono untuk pengawasan yang komprehensif, meliputi sebelum, selama, dan setelah penangkapan ikan.
Kapal KM. JSM Terindikasi Alih Muat Ilegal
Kapal yang terindikasi melakukan pelanggaran adalah KM. JSM (GT. 75). Kapal ini diduga melakukan alih muat ikan secara ilegal di tengah laut dengan kapal pengangkut KM. KS, yang bukan merupakan mitranya. Menurut Ipunk, alih muat ikan di tengah laut hanya diperbolehkan jika kapal pengangkut dan penangkap ikan bermitra atau dalam satu kesatuan usaha, serta memiliki daerah penangkapan ikan dan pelabuhan pangkalan yang sama.
Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan KKP, Halid K Jusuf, menambahkan bahwa pengaturan transhipment diatur secara ketat. Kapal pengangkut ikan wajib memiliki izin berusaha subsektor pengangkut ikan dari daerah penangkapan ikan, baik di WPPNRI maupun laut lepas. Selain itu, kapal penangkap ikan harus tercantum dalam dokumen izin berusaha kapal pengangkut.
Pengawas Perikanan Pangkalan PSDKP Tual telah memanggil dan memeriksa nakhoda KM. JSM. Sebagai konsekuensi pelanggaran, pemilik kapal dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif yang telah dibayarkan pada tanggal 20 Februari 2025.
Pentingnya Pengawasan di WPPNRI 718
Menteri Trenggono sebelumnya telah menekankan pentingnya pengawasan di WPPNRI 718, yang merupakan zona penting dengan komoditas ikan seperti tuna. Beliau meminta jajarannya di Direktorat Jenderal PSDKP KKP untuk melakukan pengawasan menyeluruh, mulai dari sebelum penangkapan ikan (before fishing), saat penangkapan ikan (while fishing), selama pendaratan hasil tangkapan (during landing), dan setelah pendaratan (post landing).
Pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran seperti alih muat ikan ilegal merupakan kunci keberhasilan pengelolaan perikanan berkelanjutan. Hal ini tidak hanya melindungi sumber daya perikanan Indonesia, tetapi juga memastikan keberlanjutan industri perikanan nasional.
Langkah KKP ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku usaha perikanan yang mencoba melanggar aturan. Dengan demikian, pengelolaan sumber daya perikanan di Indonesia dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan untuk generasi mendatang.