KLH: Sampah Sisa Makanan Ancam Lingkungan, Waspada Timbulan Sampah di Bulan Puasa!
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengingatkan bahaya sampah sisa makanan yang meningkat drastis, terutama saat Ramadhan, dan mengancam lingkungan serta TPA yang sudah penuh.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) kembali mengingatkan masyarakat akan bahaya yang ditimbulkan oleh sampah sisa makanan atau food waste. Masalah ini semakin krusial mengingat sampah sisa makanan menjadi penyumbang terbesar sampah yang berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di seluruh Indonesia. Deputi Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) KLH/BPLH, Ade Palguna, menyatakan keprihatinannya terkait hal ini dan menekankan perlunya kesadaran kolektif untuk mengatasinya.
Pernyataan tersebut disampaikan Ade Palguna di Jakarta pada Senin lalu. Ia menjelaskan bahwa sampah sisa makanan yang dibuang ke TPA menimbulkan berbagai masalah lingkungan yang serius. Situasi ini diperparah dengan peningkatan timbulan sampah selama bulan Ramadhan, yang menurut data KLH pada tahun 2023 meningkat hingga 20 persen, terutama disebabkan oleh peningkatan sisa makanan dan sampah kemasan.
Menghadapi potensi peningkatan sampah sisa makanan selama bulan puasa tahun ini, KLH mengimbau masyarakat untuk lebih bijak dalam mengonsumsi makanan. Membeli makanan secukupnya dan menghindari pemborosan menjadi kunci utama dalam mengurangi timbulan sampah sisa makanan. Hal ini penting mengingat peran pengelolaan sampah tidak hanya berada di pundak pemerintah pusat dan daerah, tetapi juga pada industri dan setiap individu. "Sampah itu tanggung jawabnya personal," tegas Ade Palguna.
Ancaman Sampah Sisa Makanan terhadap Lingkungan
Banyak TPA di Indonesia saat ini sudah hampir penuh kapasitasnya. Praktik open dumping atau pembuangan sampah secara terbuka di banyak lokasi semakin memperparah keadaan. Kondisi ini tidak hanya menyebabkan TPA cepat penuh, tetapi juga menimbulkan berbagai masalah lingkungan lainnya.
Salah satu ancaman serius adalah pencemaran lingkungan akibat air lindi. Air lindi merupakan limbah cair yang dihasilkan dari pencampuran sampah organik dan anorganik dengan air. Air lindi yang bocor ke lingkungan dapat mencemari tanah dan sumber air, membahayakan kesehatan manusia dan ekosistem.
Selain itu, pencampuran sampah organik, terutama sisa makanan, di TPA menghasilkan gas metana. Gas metana merupakan gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap perubahan iklim. Lebih jauh lagi, gas metana juga meningkatkan risiko kebakaran di TPA, seperti yang terjadi pada 35 TPA di tahun 2023.
Data Sampah Nasional dan Dominasi Sampah Sisa Makanan
Data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) KLH menunjukkan total timbulan sampah nasional pada tahun 2024 mencapai 32,8 juta ton. Data ini dikumpulkan dari 303 kabupaten/kota yang telah melaporkan datanya.
Data tersebut mengungkapkan fakta mengejutkan: sampah sisa makanan mendominasi total timbulan sampah nasional, mencapai 39,43 persen. Sampah plastik berada di posisi kedua dengan kontribusi 19,54 persen.
Angka-angka ini menunjukkan urgensi penanganan sampah sisa makanan. KLH menekankan pentingnya perubahan perilaku masyarakat dalam mengelola sampah, khususnya mengurangi sampah sisa makanan. Kesadaran individu dan komitmen kolektif menjadi kunci keberhasilan dalam mengatasi masalah lingkungan yang serius ini.
Pemerintah terus berupaya mengatasi masalah sampah di Indonesia, termasuk dengan membangun infrastruktur pengelolaan sampah yang lebih baik dan meningkatkan edukasi kepada masyarakat. Namun, keberhasilan upaya ini sangat bergantung pada partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat dalam mengurangi produksi sampah, khususnya sampah sisa makanan.