Konten Parodi Hina Gubernur Kalteng, Pembuatnya Jalani Sidang Adat
Konten kreator di Palangka Raya menjalani sidang adat setelah membuat parodi yang dianggap menghina Gubernur Kalimantan Tengah, Agustiar Sabran.
Seorang konten kreator di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, bernama Syaifulah, menjalani sidang adat pada Selasa, 22 April 2024. Sidang ini digelar atas laporan masyarakat yang merasa konten parodi Syaifulah menghina Gubernur Kalimantan Tengah, Agustiar Sabran, dan mencatut profesi wartawan. Sidang dipimpin oleh Mantir Adat Kelurahan Menteng, Ir. Dandan Ardi, di Betang Hapakat.
Menurut Ir. Dandan Ardi, sidang adat ini diprakarsai oleh Andreas Junaedy dan Ingkit Djaper yang merasa tersinggung dengan konten tersebut. Sidang tersebut juga dihadiri oleh tokoh adat lainnya dari berbagai wilayah di Kalimantan Tengah. Pertanyaan utama yang diajukan kepada Syaifulah adalah mengenai tujuan pembuatan konten dan statusnya sebagai wartawan, mengingat konten tersebut seolah-olah mewawancarai Gubernur secara langsung.
Ir. Dandan Ardi menekankan pentingnya dukungan masyarakat kepada pemimpin daerah. Ia juga mengingatkan agar kritik disampaikan dengan cara yang santun dan tidak merugikan perasaan masyarakat luas. Penyebaran konten yang kontroversial ini, menurutnya, telah menimbulkan dampak negatif di masyarakat Kalimantan Tengah.
Sidang Adat dan Tuntutan Hukum Adat
Dalam sidang tersebut, Ir. Dandan Ardi menyampaikan tiga tuntutan yang diajukan oleh Andreas Junaedy dan Ingkit Djaper, berdasarkan tiga pasal hukum adat Tumbang Anoi 1894. Tuntutan tersebut berupa denda adat berupa sejumlah "Kati Ramu", yang nilainya akan ditentukan dalam sidang lanjutan. Satu Kati Ramu, yang sebelumnya setara dengan 2,88 gram emas, kini dipatok senilai Rp250.000.
Mantir Adat menjelaskan bahwa ia tidak berwenang menentukan jumlah denda yang harus dibayarkan Syaifulah. Sidang lanjutan, yang disebut "sidang Basara Hai", akan digelar pada Jumat, 25 April 2024, untuk menentukan besaran denda adat tersebut. Keputusan sidang Basara Hai akan menentukan jumlah denda yang harus dibayarkan Syaifulah.
Andreas Junaidy menjelaskan bahwa tuntutan ini dilatarbelakangi oleh keresahan dan rasa sakit hati masyarakat Kalimantan Tengah melihat pemimpinnya dihina. Ia berharap langkah ini dapat memberikan efek jera dan mendorong pembuatan konten yang lebih positif di masa mendatang. "Semoga ke depan tidak ada lagi Syaifulah-Syaifulah lainnya yang diduga menghina Gubernur Kalimantan Tengah, Bapak Agustiar Sabran," ujarnya.
Permohonan Maaf Syaifulah
Di sisi lain, Syaifulah mengakui kesalahannya dan menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat dan Gubernur Kalimantan Tengah. Ia menyatakan pembuatan video tersebut merupakan tindakan yang ceroboh dan tanpa pertimbangan matang. Ia juga menekankan bahwa kejadian ini adalah kesalahan pertama dan terakhirnya, dan ia berjanji akan membuat konten yang lebih positif ke depannya. "Saya benar-benar minta maaf kepada Gubernur dan masyarakat Kalimantan Tengah atas konten saya yang kurang berkenan di hati masyarakat," kata Syaifulah.
Sidang adat ini menjadi sorotan publik dan menunjukkan pentingnya etika dalam bermedia sosial serta penghormatan terhadap pemimpin daerah. Proses hukum adat ini diharapkan dapat memberikan pembelajaran berharga bagi masyarakat, khususnya dalam menciptakan konten digital yang bertanggung jawab dan menghormati norma-norma yang berlaku.