Korupsi Mantan Wali Kota Semarang: Kasus Dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor
Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita G. Rahayu, dan suaminya, Alwin Basri, serta dua terdakwa lainnya, diadili di Pengadilan Tipikor Semarang atas kasus dugaan korupsi penerimaan suap senilai Rp6,1 miliar.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melimpahkan berkas perkara dugaan korupsi yang melibatkan mantan Wali Kota Semarang, Hevearita G. Rahayu, ke Pengadilan Tipikor Semarang. Pelimpahan tersebut dibenarkan oleh Juru Bicara Pengadilan Tipikor Semarang, Haruno Patriadi, pada Minggu, 13 April 2025. Proses pelimpahan berkas perkara dilakukan pada tanggal 10 April 2025, dan kini menunggu penunjukan majelis hakim serta penjadwalan sidang.
Kasus ini melibatkan tiga berkas perkara. Hevearita G. Rahayu diadili bersama suaminya, Alwin Basri, mantan Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah. Kedua berkas perkara lainnya melibatkan Martono, Ketua Gapensi Kota Semarang, dan Rachmat Utama Djangkar, Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, yang diduga sebagai pemberi suap.
Dugaan korupsi yang menjerat Hevearita dan Alwin Basri meliputi penerimaan uang dari pengadaan meja kursi fabrikasi SD di Dinas Pendidikan Kota Semarang tahun 2023, pengaturan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan tahun 2023, dan permintaan uang kepada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang. Total suap yang diduga diterima oleh pasangan tersebut mencapai sekitar Rp6,1 miliar.
Sidang Kasus Korupsi Mantan Wali Kota Semarang
Proses pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor Semarang menandai babak baru dalam penanganan kasus dugaan korupsi ini. Publik menantikan transparansi dan keadilan dalam persidangan yang akan datang. Proses hukum akan mengungkap secara rinci dugaan keterlibatan Hevearita dan Alwin Basri, serta peran Martono dan Rachmat Utama Djangkar dalam kasus ini.
Pengadilan Tipikor Semarang akan menunjuk majelis hakim yang akan memimpin persidangan. Setelah majelis hakim ditunjuk, jadwal sidang akan ditentukan dan diumumkan kepada publik. Proses persidangan akan diawasi oleh berbagai pihak, termasuk media massa dan organisasi anti-korupsi, untuk memastikan berjalannya proses hukum yang adil dan transparan.
Dengan adanya pelimpahan berkas perkara ini, diharapkan proses hukum dapat berjalan dengan lancar dan menghasilkan putusan yang adil bagi semua pihak yang terlibat. Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan mantan Wali Kota Semarang dan sejumlah pihak lainnya yang diduga terlibat dalam praktik korupsi.
Detail Kasus Dugaan Korupsi
Kasus ini berpusat pada tiga dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Hevearita dan Alwin Basri. Pertama, dugaan penerimaan uang terkait pengadaan meja dan kursi untuk sekolah dasar di Dinas Pendidikan Kota Semarang tahun 2023. Kedua, dugaan pengaturan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan pada tahun yang sama. Ketiga, dugaan permintaan uang kepada Bapenda Kota Semarang.
KPK menduga bahwa Hevearita dan Alwin Basri telah menerima suap sekitar Rp6,1 miliar. Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari dugaan penerimaan uang dari ketiga kasus yang disebutkan di atas. Besarnya jumlah suap yang diduga diterima menunjukkan skala besar dugaan korupsi yang dilakukan oleh para terdakwa.
Martono dan Rachmat Utama Djangkar, sebagai pihak yang diduga memberikan suap, juga akan menjalani proses hukum di Pengadilan Tipikor Semarang. Peran mereka dalam kasus ini akan diungkap selama persidangan. Hasil persidangan diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku korupsi dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia.
- Terdakwa: Hevearita G. Rahayu (mantan Wali Kota Semarang), Alwin Basri (mantan Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah), Martono (Ketua Gapensi Kota Semarang), Rachmat Utama Djangkar (Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa).
- Dugaan Tindak Pidana: Penerimaan suap, pengaturan proyek, dan permintaan uang.
- Jumlah Suap yang Diduga Diterima: Sekitar Rp6,1 miliar.
- Lokasi Sidang: Pengadilan Tipikor Semarang.
Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat memberikan keadilan dan transparansi dalam penanganan kasus ini. Publik menantikan hasil persidangan dan berharap agar kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi para pejabat publik untuk menghindari praktik korupsi.