KPAI Desak Pemerintah Terbitkan Aturan Cegah Kekerasan Jalanan Anak
KPAI mendesak pemerintah untuk membuat regulasi guna mencegah kekerasan jalanan terhadap anak, terutama aksi perang sarung yang meningkat selama Ramadhan, setelah mencatat angka kematian anak akibat aksi tersebut.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan aturan guna mencegah dan menangani kasus kekerasan jalanan yang melibatkan anak. Angka kekerasan jalanan, khususnya aksi "perang sarung" yang meningkat selama Ramadhan, menjadi perhatian serius KPAI. Data KPAI menunjukkan peningkatan kasus kekerasan fisik terhadap anak, bahkan mengakibatkan kematian.
Anggota KPAI, Diyah Puspitarini, menyatakan keprihatinannya atas maraknya kekerasan jalanan yang melibatkan anak sebagai korban maupun pelaku. Menurutnya, pemerintah pusat dan daerah harus merespons situasi darurat ini dengan regulasi teknis yang komprehensif, fokus pada pencegahan dan penanganan kasus secara efektif. "Pemerintah pusat dan pemda harus merespons adanya darurat kekerasan jalanan terhadap anak, baik sebagai korban maupun sebagai pelaku, dengan membentuk regulasi teknis yang langsung menyasar pada tindakan pencegahan dan penanganan kasus," tegas Diyah Puspitarini.
Tidak hanya regulasi, KPAI juga menekankan pentingnya sosialisasi masif kepada masyarakat mengenai bahaya kekerasan jalanan. Keterlibatan Forum Anak di daerah sebagai Pelopor dan Pelapor (2P) juga dianggap krusial dalam upaya pencegahan dan pelaporan kasus. Langkah-langkah konkret perlu segera diambil untuk melindungi anak dari ancaman kekerasan di lingkungan sekitar mereka.
Upaya Pencegahan di Berbagai Tingkat
Diyah Puspitarini menjelaskan pentingnya peran pemerintah daerah dalam mencegah kejahatan jalanan yang melibatkan anak. Upaya edukasi dan sosialisasi harus ditingkatkan melalui berbagai lembaga seperti PKK, Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), Karang Taruna, organisasi masyarakat, dan organisasi komunitas. Keterlibatan berbagai pihak ini diharapkan dapat menciptakan sinergi yang efektif dalam melindungi anak.
Di tingkat desa, peran pos keamanan keliling (poskamling) dan pos ronda hingga tingkat RT/RW sangat penting dalam mengawasi dan menjaga keamanan lingkungan, termasuk melindungi anak-anak dari potensi kekerasan. Pemantauan dan pengawasan yang ketat di lingkungan sekitar diharapkan dapat meminimalisir terjadinya kekerasan jalanan.
KPAI juga menekankan pentingnya pemulihan bagi anak-anak yang menjadi korban, saksi, maupun pelaku kekerasan jalanan. Pemulihan ini meliputi aspek fisik, sosial, dan mental, membutuhkan dukungan penuh dari pemerintah pusat dan daerah, serta seluruh lapisan masyarakat. Dukungan komprehensif ini sangat penting untuk memastikan anak-anak dapat pulih dan kembali beraktivitas normal.
Data Kekerasan Jalanan dan Dampaknya
Berdasarkan data KPAI, pada tahun 2024 tercatat 264 kasus kekerasan fisik terhadap anak, dengan tiga anak meninggal dunia akibat perang sarung selama bulan Ramadhan. Angka ini menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan dibandingkan tahun 2023, di mana KPAI mencatat lima anak meninggal dunia akibat aksi serupa. Data ini menjadi bukti nyata perlunya tindakan cepat dan tepat untuk mencegah tragedi serupa terulang.
KPAI berharap pemerintah dapat segera merespon dengan serius data yang telah dikumpulkan. Regulasi yang komprehensif dan sosialisasi yang masif menjadi kunci utama dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan jalanan terhadap anak. Perlindungan anak merupakan tanggung jawab bersama, dan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai organisasi terkait sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi anak-anak.
Dengan adanya regulasi yang jelas dan upaya pencegahan yang terintegrasi, diharapkan angka kekerasan jalanan terhadap anak dapat ditekan seminimal mungkin. Perlindungan anak merupakan investasi masa depan bangsa, dan pemerintah harus berkomitmen untuk memastikan keselamatan dan kesejahteraan anak-anak Indonesia.