Mantan Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti, Segera Disidang Kasus Korupsi Izin Sawit Ilegal
Mantan Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti, bersama empat tersangka lain segera disidang di Pengadilan Tipikor Palembang atas kasus korupsi izin perkebunan sawit ilegal yang merugikan negara hingga miliaran rupiah.
Mantan Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti, akan segera menjalani persidangan atas kasus korupsi izin perkebunan sawit fiktif di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan telah menyerahkan tersangka dan barang bukti (Tahap II) kepada Jaksa Penuntut Umum di Palembang pada Jumat, 16 Mei 2025. Kasus ini melibatkan lima tersangka, termasuk Ridwan Mukti yang juga mantan Bupati Musi Rawas dan pernah menjadi tahanan KPK.
Selain Ridwan Mukti, empat tersangka lainnya yang juga diserahkan adalah Efendi Suryono (Direktur PT Djuanda Abadi Mandiri), Saiful Ibna (mantan Kepala BPMPTP Musi Rawas), Amrullah (mantan Sekretaris BPMPTP), dan Bahtiyar (mantan Kades Mulio Harjo). Kelima tersangka ditahan di Rutan Kelas I A khusus Pakjo Palembang selama 20 hari, terhitung sejak 16 Mei hingga 4 Juni 2025. Setelah Tahap II, penanganan perkara dilanjutkan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Musi Rawas.
Kasipenkum Kejati Sumsel, Vani Yulia Eka Sari, menyatakan bahwa Kejaksaan Negeri Musi Rawas akan menyiapkan surat dakwaan dan berkas perkara untuk pelimpahan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Palembang. Modus operandi kasus ini adalah penerbitan izin perkebunan sawit secara ilegal di atas lahan negara, melibatkan manipulasi dokumen dan pemalsuan surat pernyataan hak (SPH).
Kasus Korupsi Izin Sawit Ilegal di Musi Rawas
Kasus ini berpusat pada penerbitan izin perkebunan sawit di atas lahan seluas 10.200 hektare di Kabupaten Musi Rawas. Sekitar 5.974,90 hektare lahan yang dialihfungsikan merupakan kawasan hutan produksi dan lahan transmigrasi yang seharusnya tidak boleh dialihfungsikan. Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumsel, Umaryadi, menjelaskan bahwa proses penerbitan izin dilakukan secara melawan hukum, termasuk pemalsuan dokumen dan penggelapan administrasi.
Kejaksaan Tinggi Sumsel masih mendalami aliran dana dan peran masing-masing tersangka. Kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain juga masih terus diselidiki. Dengan ditolaknya praperadilan Bahtiyar, proses hukum akan berlanjut ke pengadilan untuk membuktikan keterlibatan para tersangka dalam kasus korupsi yang diduga merugikan negara hingga miliaran rupiah.
Para tersangka diduga terlibat dalam penerbitan izin fiktif dan manipulasi dokumen SPH untuk penguasaan lahan seluas 5.974,90 hektare. Proses penerbitan izin tersebut diduga dilakukan dengan cara-cara yang melanggar hukum, termasuk pemalsuan dokumen dan penggelapan administrasi. "Dari total luas 10.200 hektare lahan, sekitar 5.974,90 hektare merupakan kawasan yang tidak boleh dialihfungsikan. Proses penerbitan izin dilakukan dengan cara-cara melawan hukum, termasuk pemalsuan dokumen dan penggelapan administrasi," jelas Umaryadi.
Kejaksaan Tinggi Sumsel masih terus menyelidiki aliran dana dan peran masing-masing tersangka dalam kasus ini. Tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain yang akan terus didalami. Penyelidikan ini bertujuan untuk mengungkap seluruh jaringan dan memastikan keadilan ditegakkan.
Proses Hukum Berlanjut
Setelah Tahap II, proses hukum kini berlanjut ke Pengadilan Tipikor Palembang. Sidang akan menentukan tingkat kesalahan dan hukuman bagi para tersangka. Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan mantan pejabat tinggi dan berpotensi merugikan negara secara signifikan. Publik berharap proses hukum berjalan transparan dan adil.
Dengan telah dilakukannya tahap II, maka proses hukum akan berlanjut ke persidangan. Publik menantikan bagaimana pengadilan akan mengungkap fakta-fakta dalam kasus ini dan menjatuhkan hukuman yang setimpal bagi para tersangka. Semoga kasus ini menjadi pembelajaran bagi pejabat publik agar selalu menjunjung tinggi hukum dan integritas.
Proses hukum yang transparan dan akuntabel sangat penting untuk membangun kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia. Kasus ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang mencoba melakukan tindakan korupsi. Semoga keadilan dapat ditegakkan dan kerugian negara dapat dipulihkan.
Dengan ditolaknya praperadilan Bahtiyar, jalan menuju persidangan kini terbuka lebar. Publik berharap agar semua fakta terungkap di persidangan dan keadilan ditegakkan. Semoga kasus ini menjadi contoh bahwa tidak ada yang kebal hukum, termasuk mantan pejabat sekalipun.