Mantan Pegawai BPN Jadi Saksi Kasus Pemalsuan Sertifikat Tanah di PN Jakut
Sidang kasus pemalsuan sertifikat tanah di PN Jakut menghadirkan dua mantan petugas BPN Jakarta Utara sebagai saksi, yang memberikan kesaksian terkait proses pengukuran tanah pada tahun 2004.
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara menggelar sidang kasus pemalsuan data otentik berupa sertifikat tanah dengan terdakwa TS pada Kamis (24/4). Sidang tersebut menghadirkan dua mantan petugas Badan Pertanahan Negara (BPN) Jakarta Utara, Rohmat dan Dudung, sebagai saksi kunci. Mereka memberikan kesaksian terkait proses pengukuran tanah yang diduga terkait dengan pemalsuan sertifikat tersebut. Peristiwa ini terjadi pada tahun 2004 di wilayah Rorotan, Jakarta Utara, dan baru terungkap pada tahun 2020.
Hakim Ketua Aloysius Priharnoto Bayuaji menekankan pentingnya kesaksian jujur dari para saksi, mengingat mereka telah diambil sumpah dan Berita Acara Perkara (BAP) telah dibuat. Jaksa Rico Sudibyo kemudian mempertanyakan detail tugas dan surat perintah pengukuran kepada Rohmat, salah satu saksi yang dihadirkan.
Rohmat menjelaskan bahwa pada tahun 2004, ia bertugas sebagai petugas pengukur tanah di wilayah Rorotan atas perintah pimpinan BPN Kota Jakarta Utara. Pengukuran tersebut dilakukan berdasarkan permohonan dari pemilik sertifikat. Namun, Rohmat mengaku tidak mengenal terdakwa TS maupun JS, pemilik sertifikat yang akan diverifikasi ulang. Ia hanya mengenal seorang anggota Polres Jakarta Utara bernama Sinabutar yang mengaku telah menguasai tanah tersebut.
Kesaksian Mantan Petugas BPN Soal Pengukuran Tanah
Rohmat menjelaskan lebih lanjut mengenai proses pengukuran dan pembuatan Berita Acara Hasil Pengukuran. Ia menyatakan bahwa setelah melakukan pengukuran, tidak ada saksi yang memberikan tanda tangan pada Berita Acara. Ia hanya menyerahkan hasil pengukuran kepada petugas gambar BPN dengan dokumen yang telah ditandatanganinya sendiri. Hal ini menjadi poin penting dalam mengungkap dugaan pemalsuan dokumen.
Majelis hakim juga menanyakan kepada Rohmat mengenai seberapa sering ia bekerja sama dengan Sinabutar dalam melakukan pengukuran tanah. Rohmat menjawab bahwa mereka sering bekerja sama. Kesaksian ini memberikan gambaran mengenai relasi dan kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus pemalsuan sertifikat tersebut.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), TS didakwa melakukan tindak pidana pada 24 Februari 2004 dan diketahui pada tahun 2020. Terdakwa diduga memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta tersebut seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran. Perbuatan terdakwa tersebut diancam dengan Pasal 266 ayat (1) KUHP, dan atau Pasal 266 ayat (2) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Detail Dakwaan dan Pasal yang Dituduhkan
Pasal 266 ayat (1) KUHP mengatur tentang memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik, sedangkan Pasal 266 ayat (2) KUHP mengatur tentang pemakaian akta palsu tersebut. Pasal 64 ayat (1) KUHP mengatur tentang penjatuhan hukuman kumulatif jika terdakwa terbukti melakukan lebih dari satu tindak pidana. Dakwaan tersebut menunjukkan keseriusan pihak kejaksaan dalam menangani kasus pemalsuan sertifikat tanah ini.
Sidang ini menjadi sorotan karena melibatkan mantan petugas BPN, yang seharusnya bertanggung jawab atas integritas dan keakuratan data pertanahan. Kesaksian mereka menjadi kunci dalam mengungkap kebenaran dan memastikan keadilan ditegakkan. Proses hukum akan terus berjalan untuk mengungkap seluruh fakta dan menetapkan hukuman yang sesuai bagi terdakwa jika terbukti bersalah.
Proses persidangan masih berlanjut dan akan terus dipantau untuk melihat perkembangan selanjutnya. Publik berharap agar kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak terkait pentingnya menjaga integritas dan akuntabilitas dalam pengelolaan data pertanahan.