Misteri Tas Hakim Djuyamto: Kejagung Dalami Motif Penitipan Rp40 Juta dan 1.000 Dolar Singapura
Kejaksaan Agung mengusut motif di balik penitipan tas berisi uang tunai dan barang berharga milik Hakim Djuyamto, tersangka kasus suap putusan perkara korupsi CPO, kepada satpam PN Jaksel.
Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah melakukan penyelidikan mendalam terkait motif di balik penitipan tas milik Hakim Djuyamto (DJU) kepada seorang satpam di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Djuyamto, salah satu tersangka kasus suap putusan lepas perkara korupsi fasilitas ekspor crude palm oil (CPO), menitipkan tas tersebut sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai isi dan tujuan penitipan tersebut.
Sebelum penetapan sebagai tersangka, Djuyamto menjabat sebagai ketua majelis hakim dalam kasus korupsi ekspor CPO. Isi tas yang dititipkannya cukup mengejutkan, yaitu uang tunai senilai Rp40.000.000 (pecahan Rp100.000), Rp8.750.000 (pecahan Rp50.000), dan 39 lembar uang pecahan 1.000 dolar Singapura. Selain uang, terdapat juga dua unit ponsel dan sebuah cincin dengan permata hijau di dalam tas tersebut.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa satpam yang dititipkan tas tersebut telah diperiksa. Satpam tersebut mengaku hanya dititipkan tas dan tidak mengetahui isi maupun motif penitipan. Tas tersebut kemudian diserahkan secara sukarela kepada penyidik Kejagung pada Rabu, 16 April 2024, dan telah dibuat berita acara penyitaan.
Menelusuri Isi Ponsel dan Motif Hakim Djuyamto
Saat ini, fokus penyidik Kejagung tertuju pada dua unit ponsel yang ditemukan dalam tas Djuyamto. Isi ponsel tersebut akan diteliti dan diverifikasi untuk mencari informasi terkait dugaan suap. Meskipun belum dapat dipastikan apakah terdapat informasi soal suap di dalam ponsel, tim penyelidik akan terus mempelajari data yang diperoleh.
Selain memeriksa isi ponsel, Kejagung juga akan memeriksa Djuyamto untuk mengungkap motif di balik penitipan tas tersebut. Penyidik akan menyelidiki apakah penitipan tersebut bertujuan untuk mengantarkan uang kepada pihak tertentu, atau memiliki motif lain yang perlu diungkap.
Pemeriksaan terhadap Djuyamto diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai peran dan keterlibatannya dalam kasus suap ini. Informasi yang diperoleh dari pemeriksaan tersebut akan menjadi kunci penting dalam mengungkap seluruh jaringan dan aktor yang terlibat.
Delapan Tersangka Kasus Suap Putusan Lepas Perkara Korupsi CPO
Kasus ini melibatkan delapan tersangka, termasuk Djuyamto. Tersangka lainnya adalah WG (Wahyu Gunawan), MS (Marcella Santoso), AR (Ariyanto), MAN (Muhammad Arif Nuryanta), ASB (Agam Syarif Baharuddin), AM (Ali Muhtarom), dan MSY (Muhammad Syafei). Mereka diduga terlibat dalam praktik suap dan/atau gratifikasi terkait putusan lepas perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO di PN Jakarta Pusat.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus, Abdul Qohar, menyatakan bahwa Djuyamto menerima suap sebesar Rp6 miliar dari MAN, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. MAN sendiri diduga menerima suap Rp60 miliar dari MSY melalui perantara WG. ASB dan AM, hakim anggota, juga menerima suap dari Arif.
Ketiga hakim tersebut mengetahui bahwa uang yang mereka terima digunakan untuk memuluskan putusan lepas terhadap tersangka korporasi, meliputi PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group. Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan oknum hakim dan menunjukkan adanya dugaan praktik korupsi yang sistematis dalam sistem peradilan.
Proses penyidikan terus berlanjut untuk mengungkap seluruh fakta dan memastikan keadilan ditegakkan. Kejagung berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dan memberikan hukuman yang setimpal kepada para pelaku.