Nikel Sebagai Senjata? Pakar UGM Ungkap Strategi Indonesia Hadapi Tarif AS
Pakar UGM sebut Indonesia berpotensi manfaatkan nikel sebagai alat tawar menghadapi tarif AS, namun risiko konflik dagang berkepanjangan perlu diwaspadai.
Guru Besar Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Mailinda Eka Yuniza, menilai Indonesia memiliki peluang besar untuk memanfaatkan cadangan nikelnya yang melimpah. Pemanfaatan ini dapat memperkuat posisi tawar Indonesia dalam menghadapi kebijakan tarif yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS). Indonesia, dengan 34 persen cadangan nikel dunia, dinilai dapat menggunakan mineral penting ini sebagai alat tawar, mengikuti jejak Tiongkok yang pernah menghentikan ekspor mineral untuk menekan mitra dagangnya.
Meski demikian, Prof. Mailinda mengingatkan bahwa strategi ini perlu diperhitungkan dengan matang. Indonesia tidak memiliki fleksibilitas yang sama dengan Tiongkok dalam mengalihkan ekspor ke pasar lain. Pemanfaatan nikel sebagai alat tawar berpotensi memperpanjang konflik dagang, dan sebagai negara berkembang, Indonesia mungkin tidak sanggup menanggung dampak finansial dari tarif berkepanjangan.
Sejauh ini, Indonesia cenderung mengambil pendekatan kooperatif dalam menanggapi tekanan dari AS. Langkah-langkah seperti menjanjikan sejumlah konsesi, termasuk penurunan kuota impor dan pelonggaran aturan kandungan lokal bagi produk elektronik asal AS, telah ditempuh. Langkah-langkah ini jelas bertujuan untuk mengakhiri konflik dagang dengan cepat.
Memanfaatkan Nikel Sebagai Alat Tawar: Peluang dan Tantangan
Pemanfaatan nikel sebagai alat tawar memang menjanjikan keuntungan, namun juga membawa risiko. Salah satu risiko utama adalah potensi perpanjangan konflik dagang antara Indonesia dan AS. Sebagai negara berkembang, Indonesia perlu mempertimbangkan dengan cermat kemampuan finansialnya dalam menghadapi dampak tarif berkepanjangan.
Selain itu, kesepakatan dagang yang terlalu terbuka dapat melemahkan kebijakan hilirisasi yang telah lama dibangun oleh Indonesia. Sejak tahun 2020, Indonesia secara konsisten mendorong pengolahan mineral di dalam negeri, sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Prof. Mailinda juga menyoroti opsi diplomatik yang mungkin ditempuh, yaitu menghidupkan kembali Perjanjian Kerangka Kerja Perdagangan dan Investasi (TIFA) dengan AS. Namun, kesepakatan semacam itu hampir pasti akan menyertakan tuntutan akses lebih besar bagi AS terhadap mineral penting Indonesia. Tanda-tanda ini sudah terlihat dalam pembicaraan perdagangan terbaru, di mana Indonesia menunjukkan kesediaan untuk memperdalam kerja sama dalam rantai pasokan mineral penting.
Reformasi Legislatif dan Regulasi: Kebutuhan untuk Akses Pasar yang Lebih Luas
Kerangka hukum Indonesia saat ini melarang ekspor bijih mineral mentah. Oleh karena itu, setiap kesepakatan yang membuka akses lebih besar bagi AS kemungkinan memerlukan reformasi legislatif dan regulasi yang signifikan. Jika AS mendorong liberalisasi pasar secara luas di sektor ini, Indonesia harus siap melakukan perubahan struktural kebijakan, bukan sekadar memberikan komitmen diplomatik.
Dunia usaha memerlukan kepastian dalam perdagangan. Ketidakpastian dari kebijakan AS terus berlanjut, banyak negara, termasuk Indonesia, bisa terdorong untuk memperkuat perdagangan kawasan. Jika tren ini terus berkembang, dunia bisa bergerak menjauh dari kerja sama global menuju sistem di mana hanya kelompok-kelompok negara tertentu yang saling terhubung.
Prof. Mailinda menekankan pentingnya bagi Indonesia untuk mempertimbangkan secara matang setiap langkah yang diambil dalam menghadapi tekanan dari AS. Strategi yang tepat akan memungkinkan Indonesia untuk memanfaatkan potensi sumber daya alamnya secara optimal, sambil tetap menjaga kepentingan nasional dan stabilitas ekonomi.
Dalam menghadapi dinamika perdagangan global yang terus berubah, Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk melindungi kepentingan nasionalnya. Pemanfaatan sumber daya alam seperti nikel sebagai alat tawar dapat menjadi salah satu opsi yang patut dipertimbangkan, namun dengan perhitungan yang cermat dan mitigasi risiko yang tepat.