NTP NTT Turun 1,07 Persen di Maret 2025: BPS Ungkap Penyebabnya
Nilai Tukar Petani (NTP) di Nusa Tenggara Timur (NTT) turun 1,07 persen pada Maret 2025, disebabkan penurunan harga komoditas pertanian dan peningkatan harga barang konsumsi.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melaporkan penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) sebesar 1,07 persen pada Maret 2025. NTP yang mencapai angka 100,35 ini menunjukkan penurunan dibandingkan bulan sebelumnya, Februari 2025. Penurunan ini terjadi di seluruh subsektor pertanian di NTT, berdampak pada kesejahteraan petani di wilayah tersebut. Kepala BPS Provinsi NTT, Matamira B. Kale, memaparkan penyebab utama penurunan NTP ini dalam keterangan pers di Kupang.
Menurut Matamira, penurunan NTP disebabkan oleh pergerakan indeks terima (it) yang lebih lambat dibandingkan indeks bayar (ib). Artinya, harga komoditas pertanian mengalami penurunan, sementara harga komoditas konsumsi rumah tangga dan barang modal justru meningkat. Kondisi ini secara langsung mempengaruhi pendapatan petani dan daya beli mereka. Hal ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah untuk mencari solusi guna meningkatkan kesejahteraan petani NTT.
Lebih lanjut, Matamira menjelaskan bahwa indeks terima (it) turun 0,22 persen, sedangkan indeks bayar (ib) naik 0,86 persen. Peningkatan indeks bayar didorong oleh kenaikan konsumsi rumah tangga (IKRT) sebesar 0,95 persen dan peningkatan biaya produksi serta penambahan barang modal (PPBM) sebesar 0,23 persen. Kondisi ini menggambarkan adanya disproporsi antara pendapatan petani yang menurun dengan biaya hidup dan operasional pertanian yang meningkat.
Analisis Penurunan NTP di Subsektor Pertanian NTT
Penurunan NTP di NTT pada Maret 2025 terjadi di semua subsektor pertanian. Subsektor tanaman padi-palawija (NTP-P) mencatat angka 98,86, turun 0,85 persen. Subsektor hortikultura (NTP-H) mengalami penurunan lebih signifikan, yaitu 1,37 persen, dengan NTP sebesar 97,04. Subsektor tanaman perkebunan rakyat (NTP-TPR) juga mengalami penurunan 1,56 persen, mencapai angka 102,54.
Subsektor peternakan (NTP-Pt) menunjukan NTP sebesar 106,63, turun 0,93 persen. Penurunan juga terjadi di subsektor perikanan (NTP-Pi) sebesar 1,29 persen, dengan NTP mencapai 92,89. Data ini menunjukkan bahwa penurunan NTP bukan hanya terjadi pada satu sektor, tetapi merata di seluruh sektor pertanian di NTT. Kondisi ini menunjukan tantangan yang kompleks dan memerlukan penanganan terpadu.
"Hal ini berarti harga komoditas pertanian menurun, sedangkan harga komoditas konsumsi rumah tangga dan barang modal mengalami peningkatan," kata Kepala BPS Provinsi NTT, Matamira B. Kale.
Dampak Penurunan NTP dan NTUP di NTT
Selain NTP, Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) di NTT juga mengalami penurunan sebesar 0,44 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan NTP dan NTUP ini berdampak langsung pada pendapatan dan kesejahteraan petani di NTT. Pemerintah Provinsi NTT perlu segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi permasalahan ini dan meningkatkan daya saing produk pertanian lokal.
Di sisi lain, secara nasional NTP justru mengalami peningkatan sebesar 0,22 persen, mencapai angka 123,72. Perbedaan signifikan antara tren nasional dan kondisi di NTT menunjukkan adanya permasalahan spesifik yang perlu dikaji lebih lanjut. Analisis lebih mendalam diperlukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab penurunan NTP di NTT dan merumuskan solusi yang tepat sasaran.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan antara lain adalah peningkatan produktivitas pertanian, diversifikasi komoditas, peningkatan akses pasar, dan dukungan infrastruktur pertanian. Pemerintah juga perlu memberikan pelatihan dan pendampingan kepada petani agar dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing produk pertanian mereka.
Kesimpulannya, penurunan NTP di NTT pada Maret 2025 menjadi perhatian serius. Analisis menyeluruh dan strategi terpadu diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini dan meningkatkan kesejahteraan petani di Nusa Tenggara Timur.