NTT Siap Tampung Narapidana dari Provinsi Lain, Banyak Kamar Lapas Kosong
Kantor Wilayah Ditjen Pemasyarakatan NTT menyatakan siap menerima narapidana dari provinsi lain karena banyak rumah tahanan di NTT yang memiliki kapasitas hunian rendah.
Kupang, 16 Maret 2024 (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Nusa Tenggara Timur (Kanwil Kemenkumham NTT) menyatakan kesiapannya untuk menerima pengiriman narapidana dari provinsi lain. Hal ini disampaikan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Ditjen Pemasyarakatan NTT, Maliki, kepada ANTARA di Kupang, Minggu. Pernyataan ini muncul karena rendahnya jumlah warga binaan pemasyarakatan (WBP) di sejumlah rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas) di NTT.
Maliki menjelaskan bahwa kapasitas hunian rutan dan lapas di NTT hanya 2.750, jauh lebih rendah dibandingkan dengan provinsi lain yang mengalami kelebihan kapasitas. "Jadi di NTT ini kapasitas hunian (rutan) hanya 2.750 saja, tapi jika dibandingkan dengan provinsi lain yang over kapasitas, di NTT malah kekurangan narapidana (jumlah narapidana sedikit)," kata Maliki.
Kondisi ini menunjukkan adanya sejumlah lapas dan rutan di NTT yang memiliki banyak kamar kosong. Temuan ini didapat Maliki setelah melakukan monitoring dan evaluasi (monev) di beberapa lapas dan rutan di NTT. Ia berharap adanya tambahan pengiriman narapidana dari provinsi lain untuk mengisi kamar-kamar kosong tersebut, mengingat kondisi di beberapa provinsi lain, seperti NTB, Bali, Jawa, dan Sumatera, yang kapasitas lapasnya jauh lebih padat.
Lapas dan Rutan dengan Kapasitas Rendah
Beberapa lapas dan rutan di NTT yang dilaporkan memiliki kapasitas hunian rendah antara lain di Waingapu (Kabupaten Sumba Timur), So'e (Kabupaten Timor Tengah Selatan), Kefamenanu (Kabupaten Timor Tengah Utara), Atambua (Kabupaten Belu), dan Kalabahi (Kabupaten Alor). Kondisi serupa juga ditemukan di beberapa daerah di Pulau Flores, seperti Ende, Bajawa, dan Maumere.
Mayoritas kasus yang ditangani di lapas dan rutan tersebut adalah kasus asusila, dengan persentase berkisar antara 60 hingga 70 persen. "Jadi kami berharap juga bisa ada tambahan pengiriman narapidana dari provinsi lain, supaya bisa ditempatkan di NTT karena ada beberapa lapas atau rutan di yang isinya terlalu sedikit. Ini kan disayangkan kalau kamarnya kosong, nah dibandingkan dengan provinsi lain yang penuh seperti NTB, Bali apalagi di Jawa termasuk Sumatera," ujar Maliki.
Maliki menambahkan bahwa kondisi bangunan lapas dan rutan di NTT tergolong baik, dengan kondisi keamanan yang mendukung, kondusif, dan tertib. Hal ini diyakini akan memberikan lingkungan yang optimal bagi pembinaan WBP.
Pembinaan yang Efektif
Maliki juga berpendapat bahwa minimnya jumlah WBP di lapas dan rutan NTT disebabkan oleh efektivitas program pembinaan yang dilakukan. Ia mengklaim bahwa banyak WBP yang setelah menjalani masa pembinaan di NTT dapat kembali ke masyarakat dan tidak mengulangi tindak kejahatan.
Dengan kondisi tersebut, Kanwil Kemenkumham NTT optimistis dapat memberikan layanan pemasyarakatan yang optimal, baik bagi WBP yang berasal dari NTT maupun dari provinsi lain. Kesiapan ini diharapkan dapat membantu mengurangi beban lapas dan rutan di provinsi lain yang kelebihan kapasitas.
Ke depan, Kanwil Kemenkumham NTT akan terus meningkatkan kualitas pembinaan WBP agar dapat berkontribusi positif bagi masyarakat setelah menjalani masa hukuman. Hal ini juga diharapkan dapat mendukung program pemerintah dalam menciptakan sistem pemasyarakatan yang lebih efektif dan humanis.
Dengan adanya kesiapan NTT untuk menerima narapidana dari provinsi lain, diharapkan dapat tercipta pemerataan jumlah WBP di seluruh Indonesia dan meningkatkan kualitas pembinaan di lingkungan pemasyarakatan.