OJK Peta Mitigasi Dampak Tarif AS: Reformasi Iklim Investasi Jadi Kunci
OJK bersama pemerintah siap mitigasi dampak tarif resiprokal AS terhadap sektor jasa keuangan Indonesia, bahkan melihatnya sebagai momentum reformasi iklim investasi.
Jakarta, 11 April 2025 - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah Indonesia tengah gencar memetakan langkah-langkah strategis untuk mengurangi risiko dan dampak potensial dari tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) terhadap sektor jasa keuangan dalam negeri. Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut arahan Presiden RI Prabowo Subianto, meskipun AS telah mengumumkan penundaan penerapan tarif selama 90 hari untuk beberapa negara, termasuk Indonesia.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) Maret 2025 menjelaskan bahwa mitigasi risiko ini difokuskan pada skenario terburuk, yaitu jika tarif 32 persen tetap diberlakukan. OJK akan mengamati proses, persyaratan, dan perjanjian pembiayaan yang ada untuk memastikan dukungan berkelanjutan bagi sektor jasa keuangan. Langkah ini dilakukan bersama Kemenko Perekonomian.
Meskipun ada penundaan, pemerintah dan OJK tetap proaktif. Mahendra Siregar menekankan pentingnya perbaikan ekosistem industri yang terdampak. Perbaikan ini mencakup insentif fiskal, perlindungan pasar domestik, dan kebijakan yang meningkatkan iklim investasi untuk mengurangi biaya tinggi. Inilah inti dari strategi mitigasi yang dijalankan.
Mitigasi Risiko dan Momentum Reformasi
Mahendra Siregar optimis bahwa langkah-langkah mitigasi ini, jika dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya akan mengurangi dampak negatif tarif AS, tetapi juga akan menjadi katalis bagi reformasi iklim investasi di Indonesia. Menurutnya, risiko ini justru bisa menjadi momentum untuk meningkatkan daya saing Indonesia, bukan hanya di AS, tetapi juga di pasar global.
Ia menambahkan bahwa tujuan akhir dari strategi mitigasi ini adalah memperkuat sektor riil perekonomian Indonesia dengan meningkatkan daya tahan industri-industri yang terdampak. Dengan demikian, Indonesia akan memiliki fondasi ekonomi yang lebih kuat dan tangguh menghadapi tantangan global.
Lebih lanjut, Mahendra menjelaskan bahwa OJK juga fokus pada penguatan investasi domestik di pasar modal, khususnya dari investor institusional, termasuk BUMN. Koordinasi dengan BPI Danantara dilakukan untuk mendorong partisipasi yang lebih besar dari lembaga jasa keuangan milik pemerintah dalam investasi pasar modal.
Langkah Konkret OJK di Pasar Modal
Menyikapi pengaruh sentimen global terhadap pasar modal, OJK telah mengambil beberapa langkah kebijakan. Langkah-langkah tersebut antara lain buyback saham tanpa RUPS, penyesuaian trading halt, dan penyesuaian batasan persentase auto rejection bawah (ARB).
Semua upaya ini bertujuan untuk menciptakan pasar modal yang lebih stabil dan menarik bagi investor. OJK berharap langkah-langkah ini akan menghasilkan dampak positif yang konkret, meningkatkan ketangguhan sektor riil, dan memperdalam sektor keuangan Indonesia.
Pembicaraan dengan berbagai pihak terkait telah dilakukan untuk memastikan implementasi strategi ini berjalan efektif. OJK optimis bahwa langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan akan memberikan hasil yang lebih konkret dan membuahkan kemungkinan untuk penguatan sektor riil yang lebih tangguh dan juga pendalaman sektor keuangan yang diinginkan.
Latar Belakang Kebijakan Tarif AS
Sebagai informasi tambahan, Pemerintah Indonesia telah mempersiapkan paket negosiasi untuk menghadapi kebijakan tarif timbal balik AS di Washington D.C. Presiden AS Donald Trump sebelumnya mengumumkan kenaikan tarif ke banyak negara, termasuk Indonesia yang awalnya akan dikenakan tarif 32 persen. Namun, kemudian Trump mengumumkan penundaan kebijakan tarif impor hingga 90 hari ke berbagai mitra dagang, kecuali China.
Meskipun ada penundaan, upaya mitigasi risiko oleh OJK dan pemerintah tetap penting untuk memastikan ketahanan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global. Langkah-langkah yang diambil diharapkan dapat memperkuat daya saing Indonesia di pasar internasional.
Dengan langkah-langkah proaktif ini, Indonesia berupaya untuk tidak hanya mengurangi dampak negatif potensial dari kebijakan tarif AS, tetapi juga untuk memanfaatkan situasi ini sebagai momentum untuk melakukan reformasi struktural yang lebih besar dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional.