Orang Balik: Identitas Tersembunyi di Balik Pembangunan IKN
Suku Orang Balik, masyarakat adat di Sepaku, Kalimantan Timur, yang dikenal pendiam dan dekat dengan alam, kini menghadapi tantangan pembangunan IKN, namun mendapat perhatian dari Otorita IKN untuk pelestarian budaya mereka.
Siapa Orang Balik? Sebuah suku adat di Kalimantan Timur yang keberadaannya nyaris tak terdengar sebelum pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Sepaku. Di manakah mereka berada? Tersebar di Kecamatan Sepaku, Kalimantan Timur, tepatnya di wilayah yang mereka sebut Benuo Sepaku. Kapan mereka mulai dikenal? Keberadaan mereka semakin diperhatikan seiring dengan pembangunan IKN. Mengapa mereka jarang terlihat? Orang Balik dikenal pemalu dan menghindari konflik. Bagaimana mereka bertahan? Dengan hidup selaras dengan alam dan mempertahankan tradisi turun-temurun.
Jauh sebelum pembangunan IKN, keberadaan Orang Balik seakan tersembunyi di balik riuhnya suku-suku lain di Kalimantan Timur. Berbeda dengan suku-suku lain yang gemar menampilkan budaya dan kesenian mereka, Orang Balik lebih memilih hidup tenang dan menghindari konflik. Hal ini diperkuat oleh letak geografis mereka yang terisolasi di sudut Teluk Balikpapan, serta akses jalan yang sulit menuju Sepaku sebelum tahun 2019.
Sikap tertutup Orang Balik ini diungkapkan oleh Sabardin, seorang tokoh di Forum Kesepakatan Masyarakat Sepaku (FKMS), yang juga merupakan keponakan Sibukdin, Kepala Adat Orang Balik. "Kami memang pemalu dan tidak suka menonjolkan diri," ungkap Sabardin. Kehidupan mereka yang selaras dengan alam, jauh dari hiruk pikuk perkotaan, turut berkontribusi pada minimnya informasi tentang suku ini.
Sejarah Orang Balik: Dari Tanjung Gonggot hingga Benuo Sepaku
Menurut Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Orang Balik awalnya bermukim di Tanjung Gonggot, yang kini menjadi bagian dari Kota Balikpapan. Mereka hidup dari hasil hutan, berburu, dan menangkap ikan, menjalin hubungan erat dengan Kerajaan Kutai dan Kesultanan Paser. Pada abad ke-18, mereka bahkan berperan dalam pembangunan kerajaan, beberapa tokoh adat diangkat sebagai pejabat wilayah.
Seiring perkembangan Balikpapan menjadi pusat industri minyak pada akhir abad ke-19, Orang Balik berpindah ke Sepaku melalui jalur laut. Mereka menetap di Benuo Sepaku, wilayah adat yang mencakup beberapa desa dan kelurahan. Di sini, mereka kembali menjalani kehidupan yang selaras dengan alam, hingga wabah delanan pada tahun 1920-an yang menyebabkan penurunan drastis populasi dan perpindahan besar-besaran.
Wabah delanan, yang menurut kepercayaan animisme Orang Balik disebabkan kesalahan ritual adat, memaksa banyak Orang Balik meninggalkan Sepaku. Mereka menyebar ke berbagai daerah seperti Samarinda, Loa Kulu, Nenang, Mentawir, dan Salok Api. Tanah dan kebun mereka ditinggalkan, termasuk makam leluhur. Namun, sebagian tetap bertahan dan wabah akhirnya mereda.
Pengaruh Kolonialisme, Perang, dan Konflik Politik
Kedatangan Belanda dan Jepang turut memengaruhi kehidupan Orang Balik. Belanda memanfaatkan mereka sebagai pekerja rodi, sementara Jepang tidak melibatkan mereka dalam program romusha. Setelah kemerdekaan, konflik bersenjata antara tahun 1958-1959 yang melibatkan kelompok yang mengaku sebagai bagian dari Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRyT) kembali memaksa Orang Balik meninggalkan Sepaku.
Gerombolan ini, yang berafiliasi dengan DI/TII Kahar Muzakkar, menekan dan memperbudak Orang Balik. Peristiwa ini menyebabkan pengosongan Benuo Sepaku untuk waktu yang lama. Setelah gerombolan tersebut ditumpas pada tahun 1963, sebagian Orang Balik kembali ke Sepaku, namun banyak juga yang memilih menetap di tempat baru.
Peristiwa G30S PKI dan pergantian rezim pada 1968 tidak begitu berpengaruh signifikan terhadap Orang Balik. Mereka memasuki era 1970-an tanpa persiapan menghadapi perubahan besar yang akan datang.
Perhatian Otorita IKN terhadap Pelestarian Budaya Orang Balik
Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) menyadari pentingnya pelestarian budaya lokal, termasuk Orang Balik. Kedeputian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam OIKN tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Kepala (Ranperka) untuk memberikan kepastian hukum bagi pengakuan, perlindungan, dan pemajuan kearifan lokal.
Deputi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Myrna Asnawati Safitri menekankan pentingnya komunikasi terbuka dan dialog dengan masyarakat adat. OIKN berkomitmen untuk tidak menghilangkan budaya lokal dan akan terus berdiskusi dengan kementerian/lembaga lain untuk menemukan solusi terbaik. Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono juga menegaskan komitmen untuk pembangunan yang berlandaskan Bhineka Tunggal Ika, dengan IKN sebagai perwujudan budaya nasional yang memberi ruang pada kebudayaan lokal.
Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara juga telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2017 tentang pelestarian dan perlindungan adat serta budaya lokal, memberikan payung hukum bagi perlindungan Orang Balik dan budaya mereka di tengah pembangunan IKN. Dengan adanya upaya-upaya ini, diharapkan Orang Balik dapat tetap mempertahankan identitas dan sejarah mereka di tengah perkembangan IKN.
Dengan adanya perhatian dari Otorita IKN dan payung hukum yang telah dibuat, Orang Balik dapat berharap bahwa identitas dan sejarah mereka akan tetap terjaga dan terlindungi di tengah pembangunan IKN. Mereka tidak perlu khawatir akan tergusur dari wilayah adat mereka.