Pakar Dorong Pemanfaatan Tanaman Obat Indonesia: Tinggalkan Ketergantungan Impor
Guru Besar Ilmu Botani Farmasi Unand, Prof. Netty Suharti, mendorong pemanfaatan potensi biodiversitas Indonesia untuk pengembangan obat guna mengurangi ketergantungan impor bahan baku obat yang mencapai 90-95 persen.
Padang, 18 Februari 2024 - Indonesia, dengan kekayaan mega-biodiversitasnya, memiliki potensi besar dalam pengembangan obat-obatan dari bahan alam. Hal ini ditekankan oleh Prof. Netty Suharti, Guru Besar Ilmu Botani Farmasi Universitas Andalas (Unand), Sumatera Barat. Prof. Netty mendorong pemanfaatan potensi ini untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor bahan baku obat yang mencapai angka mengkhawatirkan, yaitu 90 hingga 95 persen.
Potensi Besar, Realisasi Minim
Dari sekitar 30.000 spesies tumbuhan di Indonesia, 1.845 di antaranya teridentifikasi memiliki khasiat obat. Namun, ironisnya, baru 283 spesies yang terdaftar resmi di BPOM untuk penggunaan masyarakat. Prof. Netty menekankan perlunya penelitian dan pengembangan yang lebih intensif untuk membudidayakan tanaman obat secara massal, efektif, efisien, dan tepat sasaran.
Kolaborasi yang erat antara pemerintah, peneliti, dan industri juga sangat krusial dalam mempercepat pengembangan dan pemanfaatan tanaman obat, atau yang dikenal sebagai fitofarmaka. Langkah ini dinilai penting untuk mengurangi ketergantungan pada produk impor dan meningkatkan kemandirian Indonesia di sektor kesehatan.
Eksplorasi Tanaman Obat Tradisional
Banyak tumbuhan di Indonesia telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional. Namun, efektivitas dan keamanannya seringkali belum didukung oleh penelitian ilmiah yang memadai. Prof. Netty menjelaskan pentingnya penelitian dan pengembangan untuk memastikan mutu, keamanan, dan khasiat obat tradisional yang teruji secara ilmiah.
Dengan penelitian yang komprehensif, obat-obatan dari bahan alam dapat dimanfaatkan secara luas, baik untuk pengobatan mandiri maupun dalam pelayanan kesehatan formal. Hal ini akan memberikan akses yang lebih baik bagi masyarakat terhadap pengobatan yang aman dan efektif.
Contoh Tanaman Obat: Jahe dan Kunyit Talerang
Sebagai contoh, Prof. Netty menyebutkan jahe (Zingiber officinale roesce) dan Kunyit Talerang (Hedychium coronarium J. Koenig) sebagai tanaman dengan khasiat yang telah dikenal secara turun-temurun. Jahe, misalnya, dikenal sebagai pereda sakit kepala, batuk, masuk angin, dan gangguan pencernaan. Kandungan gingerol di dalamnya memberikan efek antiinflamasi dan antioksidan.
Penelitian menunjukkan berbagai aktivitas farmakologis jahe, antara lain antiemetik, antiinflamasi, analgetik, dan antikanker. Sementara itu, Kunyit Talerang mengandung senyawa fenolik, flavonoid, dan triparanol, yang memiliki aplikasi dalam bidang farmasi, terutama terkait penghambatan enzim dalam proses metabolik.
Langkah Menuju Kemandirian Obat
Prof. Netty menekankan pentingnya pengembangan obat dari bahan alam untuk mengurangi ketergantungan impor. Dengan memanfaatkan kekayaan biodiversitas Indonesia, negara ini dapat menciptakan kemandirian dalam sektor kesehatan dan memberikan akses yang lebih baik bagi masyarakat terhadap pengobatan yang aman dan efektif. Penelitian dan pengembangan yang berkelanjutan, serta kolaborasi yang kuat antara berbagai pihak, menjadi kunci keberhasilan upaya ini.
Langkah selanjutnya adalah meningkatkan investasi dalam riset dan pengembangan fitofarmaka, serta memperkuat regulasi untuk memastikan kualitas dan keamanan produk. Dengan demikian, Indonesia dapat memanfaatkan potensi alamnya untuk menciptakan solusi kesehatan yang berkelanjutan dan terjangkau bagi seluruh masyarakat.