Pakar Hukum Desak Mantan Mendag Selain Tom Lembong Diperiksa Kasus Impor Gula
Pakar hukum pidana meminta mantan Menteri Perdagangan periode setelah Tom Lembong diperiksa terkait kasus dugaan korupsi impor gula yang merugikan negara hingga Rp578 miliar.
Jakarta, 11 Maret 2024 - Kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong memasuki babak baru. Pakar hukum pidana, Jamin Ginting, mendesak agar mantan Mendag yang menjabat setelah periode 2015-2016 juga turut diperiksa. Hal ini terkait dengan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang mencakup periode 2015-2023, sementara dakwaan JPU hanya berfokus pada periode jabatan Tom Lembong.
Menurut Jamin, pembatasan periode dakwaan hanya pada 2015-2016 dinilai kontraproduktif dan melemahkan tuduhan kerugian negara sebesar Rp578 miliar. Ia berpendapat bahwa mantan Mendag periode selanjutnya seharusnya dimintai pertanggungjawaban dan dihadirkan sebagai saksi untuk memberikan keterangan. "Orang yang menjabat pada saat itu yang seharusnya bertanggung jawab. Dia harus dihadirkan, paling tidak sebagai saksi dan menerangkan," tegas Jamin dalam keterangan tertulisnya.
Jamin meragukan efektivitas kebijakan Tom Lembong dalam kurun waktu satu tahun jabatannya yang dapat mengakibatkan kerugian negara sebesar itu. "Kalau masa 1 tahun itu apa sih yang dia lakukan terkait dengan kerugian negara akibat kebijakan yang dikeluarkannya? Kan nggak ada," ucapnya.
Kejanggalan Dakwaan dan Sprindik
Kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, juga menyoroti ketidaksesuaian antara dakwaan JPU dengan Sprindik. Zaid menilai JPU menghindari substansi keberatan dalam eksepsi timnya, termasuk tidak menguraikan dalil yang dibantah. Ia mencontohkan, korelasi antara pasal dalam Undang-Undang (UU) Perlindungan Petani, UU Pangan, Peraturan Mendag (Permendag) Nomor 527, dan Permendag Nomor 117 dengan UU Tipikor sama sekali tidak dijelaskan dalam dakwaan. "Ini jelas melanggar prinsip hukum," ujar Zaid.
Zaid juga mempertanyakan pembatasan tempus perkara dalam dakwaan hanya pada masa jabatan Tom Lembong (2015-2016), sementara Sprindik mencakup periode 2015-2023. "Ini ada apa? Kenapa hanya sebatas Pak Tom Lembong tempusnya? Harusnya sesuai sprindik, penuntut dengan dakwaan itu harus sejalan karena proses pendakwaan itu berangkat dari proses penyidikan dulu sebelumnya," tambahnya.
Ia menekankan pentingnya kesesuaian antara dakwaan dan Sprindik dalam proses hukum, agar tidak ada pihak yang terlepas dari tanggung jawab. Pembatasan periode dakwaan tersebut dinilai berpotensi meloloskan pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas kerugian negara.
Tuduhan Terhadap Tom Lembong
Dalam kasus ini, Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar. Dakwaan tersebut didasarkan pada penerbitan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Tom Lembong juga dituduh memberikan izin impor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih kepada perusahaan yang tidak berhak, serta menunjuk koperasi-koperasi, bukan BUMN, untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula.
Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam pidana sesuai Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Kasus ini menyoroti pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam pengambilan kebijakan di sektor perdagangan, serta perlunya penyelidikan yang menyeluruh untuk memastikan keadilan dan mencegah kerugian negara di masa mendatang.