Pakar Hukum Usul Hapus SKCK: Hambat HAM dan Akses Pekerjaan
Prof. Hibnu Nugroho menilai SKCK tidak selaras dengan HAM dan menghambat akses pekerjaan, terutama bagi mantan narapidana; Kementerian HAM pun telah mengusulkan penghapusannya kepada Kapolri.
Purwokerto, 12 April 2024 (ANTARA) - Seorang pakar hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof. Hibnu Nugroho, mengajukan usulan kontroversial: penghapusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Beliau berpendapat bahwa SKCK bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM) dan menjadi penghalang bagi warga negara untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Usulan ini muncul setelah Kementerian HAM juga mengirimkan surat resmi kepada Kapolri dengan isi yang serupa.
Dalam pernyataan yang disampaikan di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu lalu, Prof. Hibnu menyatakan, "Dalam hal sisi hak asasi manusia, itu (SKCK) memang sangat merugikan." Ia menekankan bahwa keberadaan SKCK menimbulkan diskriminasi, khususnya bagi mantan narapidana yang kesulitan mencari pekerjaan karena adanya catatan kriminal di masa lalu. Menurutnya, penilaian perilaku pencari kerja seharusnya dilakukan melalui wawancara kerja, bukan berdasarkan SKCK.
Lebih lanjut, Prof. Hibnu mengatakan bahwa SKCK justru menciptakan stigma negatif bagi individu yang memiliki catatan kriminal, walaupun pekerjaan yang mereka lamar mungkin tidak berkaitan dengan kejahatan yang pernah mereka lakukan. Beliau memberikan analogi dengan mantan narapidana kasus korupsi yang diizinkan mencalonkan diri dalam pilkada, namun mantan narapidana lainnya masih terhambat dalam mencari pekerjaan karena SKCK. "Jangan sampai orang mau berusaha, sudah mendapatkan stigma negatif dulu, itu yang tidak boleh," tegas Prof. Hibnu.
Dampak SKCK terhadap Mantan Narapidana
Prof. Hibnu Nugroho menjelaskan bahwa SKCK membatasi hak asasi manusia dan merugikan mantan narapidana dalam mencari pekerjaan. Ia berpendapat bahwa perilaku seseorang dapat dinilai melalui proses wawancara kerja, tanpa perlu mengacu pada SKCK yang berpotensi menimbulkan diskriminasi. SKCK, menurutnya, hanya menciptakan stigma negatif dan menghalangi peluang kerja bagi mereka yang pernah melakukan kesalahan di masa lalu.
Lebih lanjut, beliau menekankan perlunya memberikan kesempatan kedua bagi mantan narapidana untuk memperbaiki diri dan berkontribusi bagi masyarakat. Adanya SKCK, menurutnya, justru menghambat proses reintegrasi sosial dan menciptakan siklus kriminalitas yang berkelanjutan. Oleh karena itu, penghapusan SKCK dinilai sebagai langkah penting dalam penegakan HAM dan memberikan kesempatan yang setara bagi semua warga negara.
Hal senada juga disampaikan oleh Kementerian HAM yang telah mengirimkan surat usulan penghapusan SKCK kepada Kapolri. Surat tersebut ditandatangani oleh Menteri HAM dan telah dikirimkan pada Jumat, 21 Maret 2024. Usulan ini didasarkan pada temuan Kementerian HAM di berbagai lembaga pemasyarakatan (lapas) yang menunjukkan adanya residivis yang kembali berbuat kriminal karena kesulitan mencari pekerjaan setelah keluar dari lapas.
Kementerian HAM Dukung Penghapusan SKCK
Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian HAM, Nicholay Aprilindo, menjelaskan bahwa usulan penghapusan SKCK muncul setelah dilakukan pengecekan ke berbagai lapas. Hasil pengecekan tersebut menunjukkan banyak mantan narapidana yang kembali melakukan tindak kriminal karena kesulitan mendapatkan pekerjaan akibat adanya SKCK. Bahkan, sekalipun memiliki SKCK, keterangan mengenai riwayat pidana tetap menjadi penghalang bagi mereka untuk diterima bekerja.
Nicholay menambahkan, "Alhamdulillah tadi Pak Menteri sudah menandatangani surat usulan kepada Kapolri untuk melakukan pencabutan SKCK dengan kajian yang kami telah lakukan secara akademis maupun secara praktis." Hal ini menunjukkan keseriusan Kementerian HAM dalam memperjuangkan hak asasi manusia dan mendukung upaya reintegrasi sosial bagi mantan narapidana. Penghapusan SKCK diharapkan dapat mengurangi angka residivis dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara.
Kesimpulannya, usulan penghapusan SKCK yang diajukan oleh Prof. Hibnu Nugroho dan didukung oleh Kementerian HAM merupakan langkah progresif dalam penegakan HAM dan pemenuhan hak warga negara untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan menghapus SKCK, diharapkan dapat tercipta kesempatan yang lebih adil bagi semua orang, termasuk mantan narapidana, untuk berintegrasi kembali ke masyarakat dan menjalani kehidupan yang lebih baik.