Palestina Desak Dunia Lindungi Perempuan Gaza dari Genosida
Kementerian Luar Negeri Palestina menyerukan perlindungan internasional bagi perempuan Palestina yang menjadi korban genosida dan kejahatan kemanusiaan di Gaza akibat konflik berkepanjangan dengan Israel.
Istanbul, 9 Maret 2024 - Kementerian Luar Negeri Palestina meluncurkan seruan mendesak kepada komunitas internasional untuk melindungi perempuan Palestina di Gaza dari genosida yang sedang berlangsung. Seruan ini disampaikan bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional, menyoroti penderitaan perempuan Palestina yang menjadi korban konflik berkepanjangan dengan Israel. Lebih dari 12.298 perempuan telah tewas dan ribuan lainnya menjadi korban pengusiran paksa dalam lebih dari 519 hari perang.
Pernyataan Kementerian Luar Negeri Palestina menekankan bahwa perempuan Palestina berada di garis depan perjuangan untuk bertahan hidup, menanggung beban terbesar dari genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan upaya pengusiran paksa serta pembersihan etnis. Situasi ini diperparah dengan penghentian bantuan kemanusiaan oleh Israel sejak 2 Maret 2024, yang semakin mempersulit akses perempuan dan anak perempuan terhadap makanan, obat-obatan, dan kebutuhan penting lainnya.
Selain korban jiwa dan pengusiran paksa, 21 perempuan Palestina saat ini ditahan dalam kondisi yang keras dan tidak manusiawi di penjara-penjara Israel. Mereka menghadapi penyiksaan, kurungan isolasi, dan pengabaian medis. Kondisi ini semakin menggarisbawahi urgensi perlindungan internasional bagi perempuan Palestina.
Kekerasan Sistematis dan Seruan Investigasi Internasional
Kementerian Luar Negeri Palestina secara tegas mengutuk tindakan Israel yang menghalangi bantuan kemanusiaan dan melakukan kekerasan sistematis terhadap perempuan Palestina. Mereka menyerukan komite internasional untuk melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap pelanggaran HAM yang terjadi. Israel dituntut bertanggung jawab atas kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan, termasuk terorisme pemukim ilegal.
Penghentian bantuan kemanusiaan oleh Israel, menyusul penolakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk memulai negosiasi tahap kedua dari kesepakatan gencatan senjata tiga tahap antara Tel Aviv dan Hamas, semakin memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza. Kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang berlaku sejak 19 Januari lalu, tidak cukup untuk menghentikan penderitaan yang dialami oleh warga Palestina, terutama perempuan dan anak-anak.
Konflik yang telah menewaskan lebih dari 48.400 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan menghancurkan wilayah Gaza, telah menimbulkan keprihatinan internasional yang mendalam. Perlu adanya tindakan nyata dari komunitas internasional untuk melindungi warga sipil, khususnya perempuan dan anak-anak, dari kekerasan dan memastikan akses mereka terhadap bantuan kemanusiaan.
Tanggapan Internasional dan Hukum Internasional
Pada November 2023, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan mantan Kepala Pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Langkah ini menunjukkan adanya upaya untuk meminta pertanggungjawaban atas pelanggaran hukum internasional yang terjadi.
Namun, perlu adanya tekanan internasional yang lebih kuat untuk memastikan perlindungan bagi perempuan Palestina dan mengakhiri kekerasan yang terjadi di Gaza. Komunitas internasional harus mengambil langkah-langkah konkret untuk memastikan akses bantuan kemanusiaan, melindungi warga sipil, dan membawa para pelaku kejahatan perang ke pengadilan.
Perempuan Palestina, sebagai korban utama konflik ini, membutuhkan perlindungan dan dukungan internasional yang nyata dan efektif. Keberlangsungan hidup dan kesejahteraan mereka harus menjadi prioritas utama dalam upaya perdamaian dan penyelesaian konflik di Gaza.
Situasi ini menuntut respons segera dan komprehensif dari komunitas internasional untuk mencegah terjadinya genosida dan memastikan keadilan bagi korban.