Paspampres Gadungan Divonis 4 Tahun Penjara, Tipu Ibu Rumah Tangga Rp530 Juta
Nurokhim, penjual bakmi yang mengaku sebagai Paspampres, divonis 4 tahun penjara oleh PN Serang karena menipu korban hingga Rp530 juta lewat modus kerja sama usaha.
Pengadilan Negeri (PN) Serang, Banten, telah menjatuhkan vonis empat tahun penjara kepada Nurokhim, seorang penjual bakmi yang mengaku sebagai anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Vonis tersebut dibacakan pada Jumat, 2 Mei 2025, setelah terbukti Nurokhim melakukan penipuan terhadap Endang Wargianing, seorang ibu rumah tangga, yang mengakibatkan kerugian materiil sebesar Rp530 juta. Kasus ini bermula di Kramatwatu, Kabupaten Serang, Banten, pada awal Maret 2024, dan melibatkan modus kerja sama usaha bakmi yang dimanfaatkan Nurokhim untuk memperdaya korban.
Ketua Majelis Hakim, Lilik Sugihartono, menyatakan bahwa Nurokhim terbukti bersalah melanggar Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penipuan. Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan, yaitu kerugian besar yang diderita korban dan kesenangan Nurokhim atas hasil kejahatannya. Namun, hakim juga mempertimbangkan hal meringankan, yaitu penyesalan Nurokhim atas perbuatannya. Vonis empat tahun penjara ini sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten yang disampaikan pada 16 April 2025.
Kasus ini menjadi sorotan karena modus yang digunakan Nurokhim cukup licik. Ia memanfaatkan kepercayaan korban dengan mengaku sebagai anggota Paspampres untuk meyakinkan korban dalam menjalankan aksinya. Setelah mendapatkan kepercayaan, Nurokhim kemudian menjalankan serangkaian penipuan yang merugikan korban secara finansial. Dengan putusan ini, diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan serupa dan melindungi masyarakat dari penipuan yang semakin beragam modusnya.
Kronologi Penipuan Paspampres Gadungan
Penipuan berawal saat korban, Endang Wargianing, dan suaminya, Mahfudz Hasan, menikmati bakmi yang dijual Nurokhim di depan perumahan Lebak Indah, Kramatwatu. Nurokhim dan istrinya, Dedeh Rodiah, menawarkan kerja sama usaha bakmi dengan sistem bagi hasil. Endang pun tertarik dan memberikan modal sebesar Rp100 juta.
Setelah usaha berjalan lancar, Nurokhim dan istrinya selalu menghindar ketika diminta untuk membagi keuntungan. Selanjutnya, Nurokhim kembali mendekati Endang dengan menawarkan perpanjangan kontrak ruko selama dua tahun senilai Rp25 juta. Uang tersebut dikirim ke rekening atas nama Anggraini, yang diklaim sebagai istri pemilik ruko.
Tidak berhenti sampai di situ, Nurokhim juga menawarkan ruko beserta lahan kosong seharga Rp180 juta dan empat unit kios seharga Rp300 juta kepada Endang. Namun, hingga uang dibayarkan, Endang tidak menerima surat jual beli lahan yang dijanjikan. Total kerugian Endang mencapai Rp530 juta.
Sepanjang aksinya, Nurokhim juga mengaku sebagai anggota Paspampres kepada pemilik rekening yang digunakan untuk menerima uang dari korban. Pengakuan palsu ini semakin memperkuat kepercayaan korban terhadap Nurokhim.
Vonis dan Reaksi Pihak Terkait
Baik terdakwa maupun JPU Kejati Banten menerima putusan hakim dan tidak mengajukan banding. Hal ini menunjukkan bahwa kedua belah pihak telah menerima putusan tersebut sebagai bentuk keadilan. Putusan ini diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menjalin kerja sama bisnis dan tidak mudah percaya dengan orang yang baru dikenal, apalagi jika disertai dengan klaim jabatan atau status tertentu yang belum terverifikasi.
Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya verifikasi informasi dan kehati-hatian dalam bertransaksi keuangan. Masyarakat perlu lebih teliti dalam memeriksa legalitas dan kredibilitas pihak yang diajak berbisnis untuk menghindari kerugian finansial yang serupa.
Dengan adanya putusan ini, diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan dan juga menjadi pembelajaran bagi masyarakat agar lebih waspada terhadap modus-modus penipuan yang semakin canggih.
Kesimpulan: Kasus ini menyoroti pentingnya kewaspadaan dalam berbisnis dan perlunya verifikasi informasi sebelum melakukan transaksi keuangan yang besar. Putusan hakim yang adil diharapkan dapat memberikan rasa keadilan bagi korban dan efek jera bagi pelaku.