PCINU Tiongkok: Jembatan Budaya Indonesia-China, Atasi Persepsi Negatif dan Tingkatkan Kerja Sama Ekonomi
PCINU Tiongkok berupaya menjadi jembatan pertukaran budaya Indonesia-China, memperbaiki persepsi negatif, dan mendorong kerja sama ekonomi yang lebih inklusif, khususnya dalam menyerap tenaga kerja Indonesia.
Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok bertekad menjadi jembatan penghubung antara Indonesia dan China dalam hal pertukaran budaya. Upaya ini bertujuan untuk memperbaiki persepsi negatif yang masih melekat di masyarakat kedua negara. Seminar Nasional yang diadakan PCINU Tiongkok pada Sabtu (8/3) menekankan pentingnya kerja sama ini untuk membangun pemahaman yang lebih baik di antara kedua bangsa.
Direktur Sino Nusantara Institute PCINU Tiongkok, Ahmad Syaifuddin Zuhri, mengungkapkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang memiliki stereotip negatif terhadap Tiongkok, begitu pula sebaliknya. Stereotip ini dipengaruhi oleh faktor sejarah dan narasi media. "Masih cukup banyak masyarakat Indonesia memiliki stereotip negatif terhadap Tiongkok, baik karena faktor sejarah maupun narasi yang berkembang di media sedangkan di Tiongkok juga kalau mendengar kata 'Indonesia' yang terpikir adalah kejadian 1998, khususnya untuk generasi tua," ujar Zuhri. PCINU Tiongkok diposisikan sebagai jembatan untuk membangun pemahaman yang lebih baik melalui kerja sama akademik dan pertukaran budaya.
Konferensi Cabang Istimewa IV PCINU Tiongkok, yang juga digelar pada hari yang sama, dihadiri lebih dari 200 peserta secara daring dan luring. Acara ini mengangkat tema 'Refleksi 75 Tahun Hubungan RI-RRT' dan membahas pentingnya hubungan antarmasyarakat dalam memperkuat kerja sama bilateral. Zuhri menambahkan bahwa meskipun kerja sama ekonomi semakin erat, hubungan antarmasyarakat masih menghadapi tantangan persepsi negatif yang perlu diatasi.
Membangun Jembatan Budaya dan Ekonomi
Zuhri menekankan bahwa meskipun China dikenal lebih tertutup dibandingkan negara-negara Barat, PCINU telah membangun hubungan baik dengan berbagai pihak di China. Hal ini membuka peluang bagi PCINU untuk berperan aktif dalam meningkatkan hubungan antarmasyarakat. "Memang kita harus akui China lebih tertutup dibanding negara-negara Barat tapi PCINU sudah punya hubungan yang baik dengan pihak-pihak di China karena itu bisa menjadi kesempatan kita untuk ambil peran dalam memajukan hubungan antarmasyarakat," jelasnya.
Presiden NU Labor Confederation, Irham Ali, dalam kesempatan yang sama menyoroti bonus demografi dan tantangan ketenagakerjaan di Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa dari 150 juta angkatan kerja Indonesia, 60 persen masih berada di sektor informal, dengan tingkat pengangguran usia muda mencapai 22 persen, salah satu yang tertinggi di Asia. Irham juga menyoroti rendahnya konversi investasi terhadap penciptaan lapangan kerja, termasuk investasi dari China yang banyak terkonsentrasi di sektor ekstraktif.
Irham mengusulkan agar pemerintah dan pemangku kepentingan mendorong investasi China ke sektor padat karya seperti manufaktur, tekstil, dan industri lain yang berbasis Sumber Daya Manusia. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan mengurangi angka pengangguran.
Sekretaris Jenderal Perkumpulan Persahabatan Alumni Tiongkok Indonesia (Perhati), Iwan Santosa, juga turut memberikan pandangannya. Ia menyoroti minimnya keterlibatan Indonesia dalam pasar halal global, membandingkannya dengan Thailand yang lebih aktif dalam pameran produk halal di Timur Tengah. Iwan menekankan pentingnya diplomasi Islam dalam memperkuat kerja sama ekonomi antara Indonesia dan China, serta perlunya peta jalan kerja sama yang melibatkan kementerian terkait untuk memastikan keberlanjutan dan manfaat bagi kedua negara.
Kepemimpinan Baru PCINU Tiongkok
Konfercab IV PCINU Tiongkok juga menghasilkan pemilihan kepengurusan baru untuk periode 2025-2027. Ahmad Syifa terpilih sebagai Rois Syuriah dan Muhammad Hasyim Habibi Musthofa sebagai Ketua Tanfidziyah. Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Kiai Haji Imron Rosyadi Hamid, berpesan agar kepemimpinan baru dapat menjaga soliditas organisasi dan menjalin hubungan erat dengan PBNU, KBRI, dan stakeholder lainnya untuk meningkatkan manfaat organisasi bagi anggota dan komunitas. Beliau juga menekankan pentingnya menjaga nilai-nilai keislaman moderat dan prinsip-prinsip Ahlussunnah wal Jamaah.
Secara keseluruhan, seminar dan konferensi ini menunjukkan komitmen PCINU Tiongkok dalam mempererat hubungan Indonesia-China melalui pertukaran budaya dan peningkatan kerja sama ekonomi yang lebih inklusif dan bermanfaat bagi kedua negara. Upaya ini diharapkan dapat mengatasi persepsi negatif yang masih ada dan membangun hubungan yang lebih kuat dan saling menguntungkan di masa depan.