Pemkot Cirebon Terapkan Tiga Strategi Mitigasi Bencana Akibat Peningkatan Frekuensi
Menghadapi peningkatan frekuensi bencana, Pemkot Cirebon menerapkan tiga strategi mitigasi: penguatan literasi kebencanaan, peningkatan sistem deteksi dini, dan pembangunan budaya gotong royong.
Kota Cirebon, Jawa Barat, menghadapi peningkatan frekuensi bencana dalam beberapa bulan terakhir. Sebagai respons, Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon telah menerapkan tiga strategi utama mitigasi bencana untuk mengurangi risiko dan dampaknya terhadap warga. Strategi ini meliputi penguatan literasi kebencanaan, peningkatan sistem deteksi dini dan respons cepat, serta pembangunan budaya gotong royong. Langkah-langkah ini diambil setelah Kota Cirebon mencatat 154 kejadian bencana pada tahun 2024, hampir dua kali lipat dari tahun 2020.
Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, menjelaskan bahwa strategi pertama berfokus pada penguatan literasi kebencanaan. Edukasi dan simulasi kebencanaan dilakukan secara intensif di sekolah-sekolah, puskesmas, dan rumah ibadah. Tujuannya agar masyarakat, terutama anak-anak dan remaja, memahami potensi dan risiko bencana di lingkungan sekitar mereka. "Hal ini sangat penting agar masyarakat memahami potensi serta risiko kebencanaan di sekitarnya," ujar Wali Kota Cirebon.
Strategi kedua menekankan pada peningkatan sistem deteksi dini dan respons cepat terhadap bencana. Pemkot Cirebon memperkuat posko siaga bencana di setiap kecamatan untuk memastikan respon yang cepat dan efektif saat terjadi bencana. Sistem ini diharapkan mampu meminimalisir dampak buruk yang ditimbulkan oleh bencana.
Penguatan Literasi dan Sistem Deteksi Dini
Pemkot Cirebon gencar melakukan sosialisasi dan pelatihan mengenai kesiapsiagaan bencana kepada masyarakat. Materi pelatihan meliputi cara menghadapi berbagai jenis bencana, seperti banjir, rob, tanah longsor, dan kebakaran. Selain itu, simulasi evakuasi juga dilakukan secara berkala untuk melatih kemampuan masyarakat dalam menghadapi situasi darurat. Penguatan posko siaga bencana di setiap kecamatan juga dilengkapi dengan peralatan komunikasi yang memadai untuk mempercepat penyampaian informasi.
Sistem deteksi dini juga ditingkatkan dengan pemantauan cuaca secara berkala dan kerjasama dengan instansi terkait. Informasi peringatan dini akan disebarluaskan kepada masyarakat melalui berbagai saluran, seperti pengeras suara, SMS, dan media sosial. Hal ini bertujuan untuk memberikan waktu yang cukup bagi masyarakat untuk melakukan evakuasi dan mempersiapkan diri menghadapi bencana.
Pemkot Cirebon juga berkolaborasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung untuk melakukan normalisasi sungai dan saluran drainase di titik-titik rawan banjir, seperti muara Sungai Cipadu dan Sungai Cikalong. Upaya ini bertujuan untuk mengurangi risiko banjir yang sering terjadi di Kota Cirebon.
Pembangunan Budaya Gotong Royong
Strategi ketiga yang dijalankan Pemkot Cirebon adalah membangun budaya gotong royong sebagai bentuk ketangguhan sosial masyarakat. Hal ini diwujudkan melalui pembentukan 12 kelurahan tangguh bencana dan satu satuan pendidikan aman bencana. Masyarakat didorong untuk saling membantu dan bergotong royong dalam menghadapi bencana.
Selain itu, Pemkot Cirebon juga memperluas pemasangan papan evakuasi dan titik kumpul darurat hingga ke tingkat RW. Langkah ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam melakukan evakuasi saat terjadi bencana. Dengan adanya tanda-tanda evakuasi yang jelas, diharapkan masyarakat dapat bergerak cepat dan tertib saat terjadi bencana.
Gotong royong juga diwujudkan dalam bentuk pelatihan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) bagi masyarakat. Dengan kemampuan P3K, masyarakat dapat memberikan pertolongan pertama kepada korban bencana sebelum bantuan medis tiba. Hal ini sangat penting untuk mengurangi angka kematian dan meminimalisir dampak buruk bencana.
Dampak Bencana di Kota Cirebon
Peningkatan frekuensi bencana di Kota Cirebon menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Pada tahun 2024, tercatat 154 kejadian bencana, dengan jenis bencana yang dominan adalah banjir, rob, tanah longsor, kekeringan, angin kencang, dan kebakaran. Banjir menjadi bencana yang paling sering terjadi dan berdampak luas terhadap masyarakat.
Sebagai contoh, pada Januari 2025, banjir melanda 13 kelurahan dan berdampak langsung terhadap lebih dari 58.000 warga. Selama tiga bulan pertama tahun 2025, tujuh kejadian banjir besar tercatat di beberapa titik Kota Cirebon. Angka-angka ini menunjukkan pentingnya upaya mitigasi bencana yang komprehensif dan berkelanjutan.
Pemkot Cirebon berkomitmen untuk terus meningkatkan upaya mitigasi bencana dengan mengintegrasikan strategi struktural dan non-struktural. Kerjasama dengan berbagai pihak, baik pemerintah pusat maupun masyarakat, sangat penting untuk keberhasilan upaya mitigasi bencana di Kota Cirebon. Dengan begitu, diharapkan dampak buruk bencana dapat diminimalisir dan masyarakat dapat hidup lebih aman dan nyaman.