Pemkot Surabaya Berlakukan Sanksi Bagi Pasien TB yang Mangkir Pengobatan
Pemerintah Kota Surabaya menerapkan sanksi sosial, termasuk penonaktifan NIK, bagi pasien TB yang mangkir pengobatan untuk mencegah penyebaran penyakit.
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memberlakukan sanksi tegas bagi pasien tuberkulosis (TB) yang lalai atau mangkir dalam pengobatan rutin. Langkah ini merupakan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular tersebut. Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, mengumumkan kebijakan ini pada Senin di Surabaya, Jawa Timur. Sanksi ini diterapkan sebagai respons terhadap kasus pasien TB yang tidak kooperatif dalam menjalani pengobatan.
Salah satu sanksi yang akan diterapkan adalah penonaktifan nomor induk kependudukan (NIK) pasien TB. Wali Kota Eri Cahyadi menekankan pentingnya pengobatan rutin bagi penderita TB, mengingat penyakit ini dapat menular. "Sudah tahu sakit kenapa tidak mau diobati, tidak mau menjaga dirinya, kalau itu (penderita TB) berjalan kan bisa menular ke orang lain. Kita punya datanya, sehingga nanti kalau warga Surabaya memang dia sakit, kemudian tidak mau diobati ya sudah, kita bekukan KTP-nya," tegasnya.
Langkah Pemkot Surabaya ini didasari data dan fakta di lapangan yang menunjukkan adanya pasien TB yang enggan menjalani pengobatan. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan penanganan penyakit TB di Surabaya lebih efektif dan mencegah penyebaran lebih lanjut. Pemkot berharap langkah tegas ini akan mendorong kesadaran masyarakat untuk proaktif dalam pengobatan TB.
Sanksi Sosial dan Mekanisme Penindakan
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, Nanik Sukristina, menjelaskan mekanisme penindakan berdasarkan Perwali Nomor 117 Tahun 2024 Pasal 26 dan 29. Pasien TB Sensitif Obat (SO) dan TB Resisten Obat (RO) yang mangkir selama satu minggu tanpa konfirmasi dan menunjukkan indikasi drop out atau menolak pengobatan, rumahnya akan ditempel stiker 'Mangkir Pengobatan'.
Pemkot Surabaya membentuk Tim Hexahelix yang terdiri dari unsur kecamatan, kelurahan, puskesmas, Bhabinkamtibmas, Babinsa, RT/RW, tokoh agama, tokoh masyarakat, Satgas TB, Kader Surabaya Hebat (KSH), dan peer educator. Tim ini akan melakukan intervensi berupa kunjungan rumah untuk memberikan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) dan sanksi administratif. Jika setelah tiga kali intervensi tidak ada perubahan, stiker 'Mangkir Pengobatan' akan ditempel di rumah pasien.
Langkah selanjutnya adalah penonaktifan NIK dan BPJS Kesehatan. Penonaktifan ini diberlakukan jika penderita TB SO dan TB RO menolak ditempel stiker 'Menolak Pengobatan' dan tidak mau menandatangani surat pernyataan penolakan pengobatan. Pasien yang menandatangani surat pernyataan penolakan pengobatan akan tetap mendapatkan stiker 'Menolak Pengobatan', sementara yang menolak menandatangani akan dibuatkan berita acara penolakan.
Penerapan Sanksi Bagi Penduduk Baru
Kebijakan ini tidak hanya berlaku bagi warga Surabaya, tetapi juga warga pendatang baru. Berdasarkan Perwali Nomor 117 Pasal 1 ayat 19, Pasal 9, dan 25 huruf f, pemohon pindah masuk dari luar Kota Surabaya wajib melakukan skrining TB di puskesmas wilayah. Hasil skrining menjadi syarat pengambilan KTP. Jika hasil skrining menunjukkan gejala TB, maka tatalaksana TB akan segera dilakukan.
Dengan adanya skrining TB ini, Pemkot Surabaya berupaya mendeteksi dini kasus TB pada penduduk baru dan mencegah penyebaran penyakit. Langkah ini merupakan bagian integral dari upaya Pemkot Surabaya dalam menangani dan mengendalikan penyakit TB di wilayahnya. Pemkot berharap dengan adanya sanksi ini, kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan akan meningkat, sehingga angka kesembuhan pasien TB dapat meningkat dan penularan dapat dicegah.
Pemkot Surabaya berkomitmen untuk terus berupaya dalam menanggulangi penyakit TB. Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengobatan rutin dan mencegah penyebaran penyakit TB di Kota Surabaya.