Pengedar 1,1 Kg Sabu Divonis 19 Tahun Penjara di Banda Aceh
Muhammad Putra Zulfikar, warga Aceh Besar, divonis 19 tahun penjara dan denda Rp1 miliar karena terbukti mengedarkan 1,1 kilogram sabu-sabu yang didapat dari Surabaya.
Pengadilan Negeri Banda Aceh telah menjatuhkan vonis 19 tahun penjara terhadap Muhammad Putra Zulfikar, seorang warga Darul Imarah, Aceh Besar. Ia dinyatakan bersalah atas kepemilikan dan pengedaran 1,1 kilogram sabu-sabu. Vonis dibacakan pada Selasa, 22 April 2024, di Pengadilan Negeri Banda Aceh, dan hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp1 miliar subsidair empat bulan penjara. Kasus ini melibatkan jaringan narkoba antarprovinsi, dimulai dari pengambilan sabu-sabu di Surabaya hingga pengedarannya di Aceh.
Terdakwa, Muhammad Putra Zulfikar, mengaku menerima sabu seberat lima kilogram di Surabaya atas perintah seseorang bernama Muhammad Jalil dengan iming-iming upah Rp150 juta per kilogram. Setelah menerima uang muka Rp41,2 juta, ia berangkat ke Surabaya dan mengambil barang haram tersebut di sebuah apartemen. Namun, rencana awal berubah saat ia diminta untuk mengantarkan sabu tersebut ke tempat lain di Surabaya dengan upah yang lebih rendah, yaitu Rp25 juta atau Rp5 juta per kilogram. Terdakwa menolak tawaran tersebut dan memutuskan untuk membawa sabu tersebut kembali ke Aceh.
Sepanjang perjalanan kembali ke Aceh menggunakan bus, sebagian sabu digunakan sendiri oleh terdakwa dan sebagian lagi dijual kepada orang lain. Pada saat penangkapan, hanya tersisa 1,1 kilogram sabu-sabu. Atas perbuatannya, majelis hakim yang diketuai oleh Said Hasan dan didampingi Zulkarnain serta M Yusuf, menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Baik terdakwa, penasihat hukumnya, maupun jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut dan diberi waktu tujuh hari untuk mempertimbangkannya.
Vonis Berat untuk Jaringan Narkoba Antarprovinsi
Putusan 19 tahun penjara terhadap Muhammad Putra Zulfikar mencerminkan keseriusan aparat penegak hukum dalam memberantas peredaran narkoba di Indonesia. Kasus ini juga mengungkap adanya jaringan narkoba yang beroperasi antarprovinsi, dari Surabaya hingga Aceh. Proses pengambilan sabu di Surabaya hingga upaya pengedaran di Aceh menunjukkan betapa terorganisirnya jaringan ini. Upaya terdakwa untuk mengurangi upah yang disepakati menunjukkan adanya perencanaan yang matang, namun akhirnya gagal karena terdakwa memutuskan untuk kembali ke Aceh.
Peran Muhammad Jalil sebagai otak di balik pengiriman sabu juga menjadi sorotan. Meskipun belum tertangkap, perannya dalam mengarahkan dan memberi instruksi kepada terdakwa sangat krusial dalam keberhasilan pengungkapan kasus ini. Penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat mengungkap seluruh jaringan dan menghukum para pelaku lainnya.
Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa peredaran narkoba merupakan kejahatan terorganisir yang membutuhkan penanganan serius dan kolaborasi antar instansi penegak hukum. Kerja sama antar kepolisian daerah dan kejaksaan sangat penting untuk membongkar jaringan dan menghentikan peredaran narkoba di Indonesia.
Fakta Persidangan dan Pasal yang Diterapkan
Dalam persidangan, majelis hakim menemukan fakta bahwa terdakwa mengambil lima kilogram sabu-sabu di Surabaya atas perintah Muhammad Jalil. Ia menerima uang muka Rp41,2 juta dan dijanjikan upah Rp150 juta per kilogram. Namun, rencana awal berubah, dan terdakwa menolak tawaran baru untuk mengantarkan sabu ke tempat lain di Surabaya dengan upah yang lebih rendah. Terdakwa kemudian membawa sabu tersebut ke Aceh, sebagian digunakan sendiri, dan sebagian dijual. Sisa 1,1 kilogram sabu-sabu inilah yang menjadi dasar dakwaan.
Majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal ini mengatur tentang ancaman pidana bagi siapa saja yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, bukan tanaman, dalam bentuk bruto lebih dari 5 (lima) gram. Vonis 19 tahun penjara dan denda Rp1 miliar merupakan hukuman yang sebanding dengan beratnya kejahatan yang dilakukan.
Proses hukum selanjutnya akan bergantung pada keputusan terdakwa, penasihat hukum, dan jaksa penuntut umum setelah masa pikir-pikir selama tujuh hari. Kasus ini menjadi pelajaran penting tentang bahaya narkoba dan pentingnya upaya pencegahan dan pemberantasan secara berkelanjutan.
Kesimpulan: Kasus pengedaran sabu ini menyoroti betapa seriusnya peredaran narkoba di Indonesia dan betapa pentingnya kerja sama antar instansi untuk memberantasnya. Putusan hakim diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku dan menjadi peringatan bagi siapapun yang terlibat dalam jaringan narkoba.