Penyederhanaan Regulasi Pupuk Dorong Produksi Beras Nasional Meningkat
Penyederhanaan regulasi pupuk dan perbaikan distribusi pupuk bersubsidi telah meningkatkan luas panen dan produksi beras di Indonesia, bahkan surplus hingga jutaan ton.
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menyatakan bahwa penyederhanaan regulasi dan perbaikan tata kelola distribusi pupuk bersubsidi telah berhasil mendorong peningkatan luas panen dan produksi beras di Indonesia. Hal ini disampaikannya di Badung, Bali, pada Rabu. Kebijakan ini, yang digagas Presiden Prabowo Subianto, telah memberikan dampak positif yang signifikan terhadap sektor pertanian Indonesia. Peningkatan ini terlihat jelas dari data produksi dan luas panen padi pada awal tahun 2025.
Salah satu dampak langsung dari penyederhanaan regulasi adalah peningkatan penebusan pupuk bersubsidi oleh petani. Hingga saat ini, petani telah menebus sekitar dua juta ton pupuk bersubsidi. "Apa yang sudah kita lakukan mendorong tingginya penebusan pupuk bersubsidi oleh petani. Hingga saat ini petani sudah menebus sekitar dua juta ton pupuk bersubsidi. Inilah yang mendorong produktivitas beras kita tertinggi," ujar Sudaryono. Ketersediaan pupuk yang memadai ini secara langsung berkontribusi pada peningkatan produktivitas pertanian.
Data menunjukkan bahwa pada empat bulan pertama tahun 2025, potensi luas panen padi nasional mencapai 4,56 juta hektare (ha), setara dengan 13,95 juta ton beras. Angka ini menunjukkan peningkatan yang signifikan sebesar 27,69 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu (3,57 juta ha). Produksi beras tahun 2025 juga mengalami peningkatan yang cukup besar, diperkirakan mencapai 11,07 juta ton, atau naik sekitar 25,99 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan surplus beras nasional yang cukup signifikan.
Kebijakan Baru Pupuk Bersubsidi: Lebih Sederhana dan Efektif
Presiden Prabowo Subianto telah melakukan sejumlah perubahan kebijakan terkait pupuk bersubsidi untuk mempercepat swasembada pangan. Salah satu perubahan yang paling signifikan adalah akses petani terhadap pupuk bersubsidi melalui aplikasi i-Pubers Pupuk Indonesia sejak 1 Januari 2025. Penyederhanaan regulasi juga menjadi kunci keberhasilan program ini. Sebelumnya, terdapat 70 regulasi yang mengatur pupuk bersubsidi, mulai dari Undang-Undang (UU) hingga Instruksi Presiden (Inpres). Proses yang rumit ini seringkali menyebabkan keterlambatan distribusi pupuk, sehingga pupuk baru sampai ketika masa panen sudah tiba.
Pemerintah telah memangkas birokrasi yang rumit dengan menghilangkan kebutuhan Surat Keputusan (SK) Gubernur dan SK Bupati/Walikota untuk pendistribusian pupuk bersubsidi. "Itu kenapa ketika petani membutuhkan pupuk bersubsidi, pupuknya tidak ada. Pupuk bersubsidi baru datang ketika petani sudah panen. Presiden menginstruksikan untuk menyederhanakan sistem yang rumit, termasuk regulasi," jelas Wamentan Sudaryono. Penyederhanaan ini memastikan pupuk sampai ke tangan petani tepat waktu.
Selain penyederhanaan regulasi, pemerintah juga menyederhanakan alur distribusi pupuk bersubsidi. Distribusi pupuk yang sebelumnya melalui beberapa tahapan, kini langsung dari produsen ke titik serah (Poktan/Kelompok Pembudidaya Ikan/Pengecer), lalu ditebus oleh petani. Perubahan ini membuat proses distribusi lebih efisien dan efektif.
Pemutakhiran data Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (E-RDKK) juga telah dipermudah. Petani dapat memperbarui data kapan pun di tahun berjalan, berbeda dengan sebelumnya yang hanya bisa dilakukan per empat bulan atau pergantian tahun.
Perubahan Kebijakan Lainnya
Pemerintah juga mengembalikan beberapa kebijakan sebelumnya, seperti memasukkan pembudidaya ikan sebagai penerima pupuk bersubsidi dan menetapkan kembali SP-36 dan ZA sebagai pupuk bersubsidi. Komoditas penerima pupuk bersubsidi juga ditambah, termasuk ubi kayu atau singkong. Sebelumnya, hanya sembilan komoditas yang mendapatkan pupuk bersubsidi.
Penetapan alokasi pupuk bersubsidi tingkat provinsi dan kabupaten/kota kini dilakukan oleh Kepala Dinas Pertanian setempat, sehingga prosesnya lebih sederhana dan efisien. Petani terdaftar juga cukup membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk menebus pupuk, tanpa perlu foto bersama produk pupuk. Jika sakit, penebusan dapat diwakilkan oleh keluarga atau Poktan.
Pemerintah juga menetapkan anggaran subsidi pupuk berbasis volume kebutuhan dan menaikkan alokasi pupuk bersubsidi dari 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton. Sistem pembayaran pun ditingkatkan dengan penggunaan virtual account, memastikan pembayaran pupuk bersubsidi by name by address atau per Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Kesimpulan
Penyederhanaan regulasi dan perbaikan distribusi pupuk bersubsidi telah memberikan dampak positif yang signifikan terhadap peningkatan produksi beras di Indonesia. Kebijakan-kebijakan yang tepat sasaran ini telah berkontribusi pada surplus beras nasional dan menjamin ketahanan pangan Indonesia.