Perang Ketupat Bangka Barat Resmi Jadi Kekayaan Intelektual Komunal
Tradisi Perang Ketupat di Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung, resmi tercatat sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) untuk melindungi dan memberdayakan budaya lokal.
Pangkalpinang, 16 Maret 2024 - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencatatkan tradisi Perang Ketupat Kabupaten Bangka Barat sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK). Pencatatan ini dilakukan di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham untuk melindungi tradisi dan kebudayaan masyarakat setempat. Tradisi unik ini, yang telah berlangsung sejak abad ke-19, kini mendapatkan pengakuan dan perlindungan hukum.
Kepala Kanwil Kemenkumham Kepulauan Babel, Harun Sulianto, mengungkapkan harapannya agar pencatatan ini memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat Bangka Barat. Beliau menekankan pentingnya pelestarian budaya lokal dan pemanfaatannya untuk kesejahteraan masyarakat. "Kita berharap pencatatan tradisi dan kebudayaan sebagai KIK ini dapat memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat," ujar Harun Sulianto.
Tradisi Perang Ketupat sendiri merupakan prosesi adat yang dilakukan oleh masyarakat Tempilang, Bangka Barat, setiap tahun menjelang bulan Ramadhan. Masyarakat saling melempar ketupat sebagai simbol untuk mengusir makhluk halus dan menolak bala. Lebih dari sekadar permainan, tradisi ini sarat makna, merepresentasikan persatuan, kesadaran, dan kegotongroyongan masyarakat setempat.
Perlindungan Hukum untuk Tradisi Perang Ketupat
Dengan tercatatnya Perang Ketupat sebagai KIK, tradisi ini mendapatkan perlindungan hukum. Hal ini mencegah penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan menjamin kelestariannya untuk generasi mendatang. "Dengan dicatatkannya perang ketupat sebagai KIK ini, maka tradisi ini sudah mendapatkan perlindungan hukum sehingga mencegah penyalahgunaannya oleh pihak yang tidak berwenang," tegas Harun Sulianto.
Kepala Kanwil Kemenkumham juga berharap pemerintah daerah dapat mempromosikan Perang Ketupat sebagai daya tarik wisata budaya. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat melalui sektor pariwisata. "Kami berharap ada kebijakan pemda agar kekayaan intelektual komunal yang telah tercatat ini dapat dipromosikan sehingga memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat setempat," tambahnya.
Kaswo, Kadiv Yankum Kanwil Kemenkumham Babel, menjelaskan bahwa KIK merupakan kekayaan intelektual yang kepemilikannya bersifat komunal dan memiliki nilai ekonomis. Penting untuk diingat bahwa pelestarian KIK harus tetap menjunjung tinggi nilai moral, sosial, dan budaya bangsa.
Mengenal Kekayaan Intelektual Komunal (KIK)
Kaswo menambahkan, KIK terdiri atas beberapa unsur, antara lain ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional, sumber daya genetik, indikasi asal, dan potensi indikasi geografis. Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) sendiri didefinisikan sebagai segala bentuk ekspresi karya cipta, baik benda maupun tak benda, yang menunjukkan keberadaan suatu budaya tradisional yang dipegang secara komunal dan lintas generasi. EBT mengandung nilai, cara pandang, serta disusun, dipelihara, dan dikembangkan secara terus menerus.
Pencatatan Perang Ketupat sebagai KIK merupakan langkah penting dalam upaya pelestarian budaya Indonesia. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi dan memberdayakan kekayaan intelektual komunal yang dimiliki oleh masyarakat. Diharapkan, langkah ini dapat menginspirasi daerah lain untuk turut melestarikan dan melindungi warisan budayanya.
Dengan adanya perlindungan hukum ini, tradisi Perang Ketupat diharapkan dapat terus lestari dan menjadi bagian integral dari identitas budaya Bangka Belitung. Selain itu, potensi ekonomi yang terkandung di dalamnya dapat dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Semoga langkah ini menjadi contoh bagi daerah lain untuk menghargai dan melindungi warisan budayanya.