Permen ESDM No. 10/2025: Peluang Percepatan Pensiun PLTU dan Tantangan Transisi Energi
Peraturan Menteri ESDM Nomor 10/2025 membuka peluang percepatan pensiun PLTU, namun membutuhkan perencanaan matang untuk transisi energi yang berkeadilan dan andal.
Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 10 Tahun 2025 (Permen ESDM 10/2025) yang diterbitkan baru-baru ini telah membuka peluang percepatan pensiun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, dalam sebuah pernyataan di Jakarta pada Rabu. Peraturan ini menjadi landasan hukum untuk transisi energi menuju target net-zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat, menjawab tantangan perubahan iklim dan polusi udara. Percepatan pensiun PLTU ini dilakukan dengan mempertimbangkan keandalan sistem kelistrikan, biaya, dan keadilan dalam transisi energi. Langkah ini juga didorong oleh keputusan Menteri ESDM untuk menyetujui pensiun dini PLTU Cirebon I.
Permen ESDM 10/2025 merupakan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022. Peraturan ini mengatur peta jalan pengakhiran operasi PLTU secara bertahap, termasuk strategi percepatan pensiun PLTU batu bara berdasarkan kriteria tertentu. Peraturan ini juga melarang pembangunan PLTU baru kecuali yang memenuhi ketentuan dalam Perpres Nomor 112/2022. Dengan demikian, pemerintah berupaya menyeimbangkan kebutuhan energi dengan komitmen mengurangi emisi karbon dan melindungi lingkungan.
Penutupan PLTU Cirebon I, dengan kapasitas 650 MW, menjadi contoh nyata penerapan Permen ESDM 10/2025. Keputusan ini menunjukkan bahwa pengakhiran operasi PLTU sebelum masa kontraknya layak secara teknis, ekonomis, dan legal, dengan dukungan mekanisme transisi energi (ETM). Namun, proses ini membutuhkan perencanaan yang cermat untuk memastikan pasokan listrik tetap terjaga dan transisi berjalan lancar.
Percepatan Pensiun PLTU: Peluang dan Tantangan
IESR menilai Permen ESDM 10/2025 sebagai langkah penting dalam mencapai target NZE. Namun, Fabby Tumiwa menekankan pentingnya perencanaan pembangunan pembangkit energi terbarukan pengganti PLTU yang dihentikan operasinya. PLN dan PT Cirebon Electric Power (CEP) memiliki tanggung jawab untuk merencanakan hal ini dengan cermat. Selain itu, penguatan jaringan listrik juga krusial untuk mengintegrasikan energi terbarukan yang bersifat variabel (VRE), seperti tenaga surya dan angin.
Kegagalan dalam merencanakan pembangunan pembangkit energi terbarukan dan penguatan jaringan listrik dapat berisiko pada kekurangan pasokan listrik di masa mendatang, khususnya pada tahun 2035. Oleh karena itu, perencanaan yang matang dan komprehensif sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan transisi energi.
Pengalaman dalam mempersiapkan pensiun dini PLTU Cirebon I diharapkan dapat menjadi pembelajaran berharga bagi PLN, pemerintah, dan sektor swasta dalam mempersiapkan pengakhiran operasi PLTU lainnya. Proses ini membutuhkan kolaborasi dan koordinasi yang efektif antar berbagai pihak terkait.
Rekomendasi IESR dan Biaya Transisi
IESR merekomendasikan penghentian operasional 72 PLTU batu bara dengan total kapasitas 43,4 GW pada periode 2022-2045 untuk mendukung upaya mitigasi krisis iklim. Pada periode 2025-2030, IESR merekomendasikan penghentian 18 PLTU (9,2 GW), termasuk 8 PLTU milik PLN dan 10 PLTU milik swasta. Rekomendasi ini didasarkan pada kajian yang komprehensif dan mempertimbangkan berbagai faktor.
IESR memperkirakan biaya pensiun dini PLTU mencapai 4,6 miliar dolar AS hingga 2030 dan 27,5 miliar dolar AS hingga 2050. Meskipun biaya awal tergolong besar, manfaat jangka panjangnya jauh lebih besar, mengingat penurunan biaya kesehatan dan subsidi PLTU yang diperkirakan mencapai 96 miliar dolar AS pada 2050.
Pendanaan untuk pensiun dini PLTU dapat berasal dari APBN, namun harus diiringi dengan percepatan pembangunan energi terbarukan dan penguatan jaringan listrik. Hal ini diibaratkan sebagai memindahkan dana dari satu kantong ke kantong lain, dengan tujuan yang lebih besar yaitu transisi energi yang berkelanjutan.
Operasi Fleksibel PLTU dan Integrasi Energi Terbarukan
Sebagai langkah sementara sebelum masa pensiun PLTU, operasi PLTU secara fleksibel dapat dilakukan untuk mendukung integrasi energi terbarukan. PLTU dapat beroperasi mengikuti pola pembangkit intermiten, sehingga penetrasi energi terbarukan dapat meningkat secara signifikan. Namun, hal ini harus dilakukan dalam batas teknis yang aman bagi sistem kelistrikan.
Permen ESDM 10/2025 menjadi tonggak penting dalam upaya Indonesia menuju transisi energi yang berkelanjutan. Namun, kesuksesan transisi ini sangat bergantung pada perencanaan yang matang, kolaborasi antar berbagai pihak, dan dukungan pendanaan yang memadai. Tantangannya besar, tetapi manfaat jangka panjangnya untuk lingkungan dan ekonomi Indonesia sangat signifikan.