PHK di Indonesia: Lebih Banyak Pekerja Baru Dibanding yang Dipecat?
Meskipun PHK terjadi di beberapa perusahaan besar seperti Sritex dan Sanken, data menunjukkan sektor manufaktur Indonesia justru menyerap lebih banyak tenaga kerja baru dibandingkan yang terkena PHK.
Jakarta, 9 Maret 2024 (ANTARA) - Pemutusan hubungan kerja (PHK) belakangan menjadi sorotan tajam di Indonesia, terutama setelah kasus besar terjadi di PT Sri Rejeki Isman (Sritex) dan PT Sanken Indonesia. Sritex, pabrik tekstil terbesar di Indonesia, melakukan PHK terhadap lebih dari 10.000 karyawan, sementara PT Sanken Indonesia memberhentikan lebih dari 450 pekerja. Kasus ini semakin diperparah dengan laporan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSYFI) yang menyebutkan 62 pabrik tekstil telah tutup dan melakukan PHK terhadap ribuan karyawan sejak Januari 2023 hingga Januari 2025. Peristiwa ini memicu kekhawatiran akan perlambatan industri manufaktur dan penurunan daya beli masyarakat.
Namun, pandangan tersebut perlu dikaji lebih dalam. Penyebab PHK ternyata beragam, tidak selalu disebabkan oleh iklim usaha yang buruk. Misalnya, penutupan pabrik Sanken Indonesia di Cikarang, Bekasi, bukan karena kondisi ekonomi Indonesia, melainkan keputusan induk perusahaan di Jepang untuk memindahkan basis produksi ke sektor semikonduktor. Sementara itu, PHK di Sritex lebih disebabkan oleh masalah keuangan perusahaan, yaitu utang lebih dari Rp25 triliun yang menyebabkan perusahaan dinyatakan pailit. Sedangkan 62 perusahaan tekstil yang tutup, diakibatkan oleh membanjirnya produk impor di pasar domestik.
Berbeda dengan persepsi umum, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) justru menyatakan industri manufaktur Indonesia terus bertumbuh, bahkan menyerap lebih banyak tenaga kerja baru dibandingkan yang terkena PHK. Data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) menunjukkan pada tahun 2024, sektor perindustrian menyerap 1.082.998 tenaga kerja baru, jauh lebih banyak daripada jumlah PHK yang dilaporkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada periode yang sama, yaitu 48.345 orang. Data ini menunjukkan bahwa jumlah PHK yang dilaporkan tahun lalu mencakup seluruh sektor ekonomi, bukan hanya manufaktur.
Lebih Banyak Pekerja Baru di Sektor Manufaktur
Data Kemenperin menunjukkan tren positif dalam penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur. Jumlah tenaga kerja di industri pengolahan nonmigas meningkat dari 17,43 juta pada tahun 2020 menjadi 19,96 juta pada tahun 2024, atau bertambah 2,53 juta orang. Lebih mengejutkan lagi, rasio penambahan tenaga kerja baru terhadap jumlah PHK di sektor manufaktur mencapai 1:20 pada tahun 2024. Artinya, untuk setiap satu pekerja yang terkena PHK, sektor manufaktur mampu menciptakan dan menyerap 20 pekerja baru. Rasio ini meningkat signifikan dari 1:5 pada tahun 2022 dan 1:7 pada tahun 2023.
Kenaikan rasio ini menunjukkan kinerja penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur Indonesia semakin membaik. Hal ini menandakan bahwa meskipun beberapa perusahaan mengalami kesulitan dan melakukan PHK, sektor manufaktur secara keseluruhan tetap tumbuh dan menciptakan lapangan kerja baru.
Pemerintah juga berperan aktif dalam upaya meningkatkan daya saing industri dan mengurangi dampak PHK. Salah satu contohnya adalah perpanjangan subsidi gas industri melalui harga gas bumi tertentu (HGBT) yang tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 76K Tahun 2025.
Upaya Pemerintah Meminimalisir Dampak PHK
Kebijakan HGBT, meskipun mengalami kenaikan harga subsidi gas, dinilai positif oleh pelaku industri. Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), misalnya, optimistis kebijakan ini akan meningkatkan utilitas sektor keramik dan mencegah PHK. Bahkan, Asaki berencana melanjutkan ekspansi tahap kedua senilai Rp4 triliun yang sebelumnya tertunda, yang akan meningkatkan kapasitas produksi dan menyerap 5.000 tenaga kerja.
Selain itu, pemerintah juga berupaya mengatasi maraknya produk impor yang berdampak negatif pada industri tekstil dan elektronik. Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 untuk menerapkan proteksionisme pasar. Revisi ini difokuskan pada pengaturan impor untuk tiap komoditas, khususnya pakaian jadi, untuk melindungi industri domestik.
Pemerintah juga aktif membantu pekerja yang terkena PHK melalui relokasi tenaga kerja dan penciptaan lapangan kerja baru. Sebagai contoh, Pemprov Jawa Tengah membantu pekerja Sritex yang terdampak PHK melalui kerja sama dengan beberapa perusahaan lain. PT Sanken Indonesia juga menawarkan relokasi pekerja ke perusahaan sejenis dari PMA Jepang.
Kesimpulan
Meskipun isu PHK menjadi perhatian serius, data menunjukkan bahwa sektor manufaktur Indonesia tetap tumbuh dan menyerap banyak tenaga kerja baru. Pemerintah juga aktif mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampak PHK dan meningkatkan daya saing industri dalam negeri. Upaya-upaya ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut dan menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif bagi pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.