Pilkada Langsung: Sistem Presidensial dan Suara Rakyat
Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi tegaskan pentingnya pilkada langsung di Indonesia yang menganut sistem presidensial, menolak usulan agar kepala daerah dipilih DPRD.
Jakarta, 28 Februari 2024 (ANTARA) - Indonesia kembali berdiskusi hangat mengenai sistem pemilihan kepala daerah (pilkada). Burhanuddin Muhtadi, Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia, menekankan pentingnya pemilihan presiden (pilpres) dan pilkada secara langsung oleh rakyat. Pernyataan ini muncul sebagai tanggapan atas usulan agar pilkada dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sebuah wacana yang mengemuka dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu.
Muhtadi menjelaskan bahwa sistem presidensial yang dianut Indonesia mengharuskan pilkada dipilih langsung oleh rakyat. Menurutnya, perbedaan signifikan akan terjadi jika kepala daerah dipilih oleh legislatif. "Karena kalau dipilih melalui DPRD, kepala daerah bertanggung jawab pada DPRD dan dia bisa di-impeach (dimakzulkan). Ini sesuatu yang tidak dimiliki dalam sistem presidensial, karena kepala daerah dan presiden itu fixed," tegas Muhtadi dalam diskusi Politics and Colleagues Breakfast (PCB) di Jakarta.
Meskipun Undang-Undang Dasar 1945 tidak secara eksplisit mengatur pilpres atau pilkada harus langsung atau tidak langsung, Muhtadi menekankan bahwa UUD 1945 mengamanatkan pemilu yang demokratis. Ia menambahkan bahwa pilihan antara pilkada langsung dan tidak langsung sama-sama konstitusional, namun sistem presidensial menjadi pertimbangan utama. "Itu asumsi awal, sama-sama konstitusional, jadi kalau mau diubah ke DPRD, itu juga sama-sama konstitusi. Tapi pertanyaannya, kita pakai sistem presidensial," ujarnya.
Sistem Presidensial vs. Parlementer
Muhtadi menjelaskan perbedaan mendasar antara sistem presidensial dan parlementer dalam konteks pilkada. Dalam sistem presidensial, presiden atau kepala daerah tidak mudah dimakzulkan, kecuali terbukti melakukan kesalahan yang sangat serius. Sebaliknya, dalam sistem parlementer, kepala daerah bertanggung jawab kepada parlemen, yang berpotensi menciptakan kondisi politik yang kurang stabil.
Ia mencontohkan beberapa negara dengan sistem parlementer, seperti Inggris, di mana beberapa kota justru memilih wali kota secara langsung. "Makanya di beberapa sistem parlementer seperti Inggris sekalipun, kepala daerahnya di beberapa kota, itu dipilih secara langsung. London itu pemilihan wali kotanya langsung. Jadi, banyak sekali kota-kota di London yang dipilih secara langsung. Makanya wali kota Muslim banyak yang menang," jelasnya.
Oleh karena itu, perubahan sistem pemilu, menurut Muhtadi, harus mempertimbangkan perubahan sistem politik secara menyeluruh. Ia mengkritik pendekatan yang selama ini didasarkan pada perasaan (feeling) bukan fakta. "Kita selama ini, mendasarkan bukan pada fakta, tapi pada feeling. Itu yang membuat desain pemilu kita itu nggak pernah pas," kritiknya.
Implikasi Pilkada Tidak Langsung
Sistem pilkada yang dipilih oleh DPRD berpotensi menimbulkan berbagai masalah. Akuntabilitas kepala daerah akan bergeser dari rakyat kepada DPRD, sehingga kepentingan rakyat dapat terabaikan. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya representasi suara rakyat dalam pemerintahan daerah.
Selain itu, proses pemilihan yang tidak langsung dapat rentan terhadap praktik korupsi dan manipulasi politik. Pengaruh uang dan kekuasaan dapat lebih dominan dalam menentukan siapa yang terpilih, sehingga kriteria kompetensi dan integritas calon kepala daerah dapat dikesampingkan.
Sistem pilkada langsung, di sisi lain, memberikan kesempatan yang lebih besar bagi rakyat untuk memilih pemimpin yang mereka inginkan. Hal ini dapat meningkatkan partisipasi politik dan memperkuat demokrasi di tingkat daerah.
Kesimpulan
Pernyataan Burhanuddin Muhtadi memberikan perspektif penting dalam perdebatan seputar sistem pilkada di Indonesia. Perubahan sistem pemilu harus mempertimbangkan konsekuensi terhadap sistem politik secara keseluruhan, dan dalam konteks sistem presidensial, pilkada langsung oleh rakyat tetap menjadi pilihan yang paling sesuai dengan prinsip demokrasi dan akuntabilitas.