Polri Tetapkan Satu Tersangka Kasus TPPO PMI di Myanmar
Direktorat Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (Dittipid PPA-PPO) menetapkan satu tersangka berinisial HR atas kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pekerja migran Indonesia (PMI) di Myanmar yang menja
Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (Dittipid PPA-PPO) Polri menetapkan satu tersangka dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) pekerja migran Indonesia (PMI) di Myanmar. Tersangka tersebut berinisial HR (27), seorang karyawan swasta yang berdomisili di Bangka Belitung. Penangkapan ini dilakukan setelah dilakukan asesmen terhadap 699 PMI korban TPPO di Myawaddy, Myanmar.
HR menawarkan pekerjaan sebagai customer service di Thailand, namun para korban justru diberangkatkan ke Myanmar dan dipaksa bekerja sebagai pelaku penipuan daring (online scam) tanpa upah sesuai janji. Modus perekrutan dilakukan melalui media sosial, menjanjikan gaji Rp10 juta hingga Rp15 juta per bulan. Korban berasal dari berbagai daerah di Indonesia, dengan 116 orang diantaranya telah bekerja berulang kali dalam online scam.
Kasus ini terungkap berkat pengembangan hasil asesmen terhadap 699 PMI korban TPPO di Myawaddy. Dari ratusan korban tersebut, diketahui terdapat lima kelompok terduga pelaku, termasuk HR. HR ditetapkan sebagai tersangka karena turut serta dalam pemulangan korban. Polri saat ini masih mengembangkan kasus untuk mencari aktor intelektual di baliknya.
Modus Operandi dan Perlakuan terhadap Korban
Para korban dijanjikan pekerjaan sebagai customer service dengan gaji 25.000-30.000 baht (Rp10 juta-Rp15 juta). Namun, sesampainya di Myawaddy, Myanmar, mereka dipaksa untuk melakukan penipuan daring. Korban dibebani target tertentu, yaitu mendapatkan nomor telepon calon korban online scam. Jika gagal mencapai target, mereka akan mendapatkan hukuman berupa kekerasan verbal dan non-verbal, serta pemotongan gaji.
Modus perekrutan yang digunakan adalah melalui media sosial. Para korban direkrut dengan iming-iming pekerjaan yang menjanjikan di luar negeri. Namun, kenyataannya sangat berbeda dengan apa yang dijanjikan oleh para pelaku. Hal ini menunjukkan betapa licinnya modus operandi yang dilakukan oleh para pelaku TPPO.
Kekejaman para pelaku terhadap korban juga sangat memprihatinkan. Korban dipaksa untuk bekerja keras tanpa mendapatkan upah yang layak. Mereka juga mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi, seperti kekerasan verbal dan non-verbal. Kondisi ini menunjukkan betapa pentingnya perlindungan bagi PMI di luar negeri.
Penetapan Tersangka dan Sanksi Hukum
Tersangka HR dijerat dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO dan/atau Pasal 81 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Ancaman hukumannya adalah penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda minimal Rp120 juta dan maksimal Rp600 juta.
Penetapan tersangka HR merupakan langkah awal dalam mengungkap jaringan TPPO yang lebih besar. Polri masih terus mengembangkan kasus ini untuk mencari aktor intelektual di baliknya. Hal ini menunjukkan komitmen Polri dalam memberantas TPPO dan melindungi hak-hak PMI.
Proses hukum akan terus berjalan untuk memastikan keadilan bagi para korban. Polri juga akan terus berupaya mencegah terjadinya kasus TPPO serupa di masa mendatang. Perlindungan dan pemenuhan hak-hak PMI merupakan prioritas utama dalam upaya ini.
Dari kasus ini, terlihat betapa pentingnya kewaspadaan bagi calon PMI. Jangan mudah tergiur dengan iming-iming pekerjaan yang terlalu menjanjikan tanpa melalui jalur resmi. Selalu periksa keabsahan perusahaan dan agen penyalur untuk menghindari menjadi korban TPPO.
Kesimpulan
Penetapan tersangka HR dalam kasus TPPO PMI di Myanmar menjadi bukti keseriusan Polri dalam memberantas kejahatan tersebut. Polri terus berupaya mengungkap jaringan pelaku dan memberikan perlindungan kepada para korban. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya kewaspadaan bagi calon PMI agar tidak menjadi korban TPPO.