PT Timah Akui Kesulitan Tertibkan Tambang Ilegal Pasca Kasus Korupsi
Direktur Utama PT Timah mengakui kesulitan memberantas tambang ilegal di wilayah operasional mereka pasca kasus korupsi yang menyebabkan penurunan kinerja dan kontrol operasional.
PT Timah, perusahaan pelat merah pertambangan timah, tengah menghadapi tantangan besar dalam memberantas aktivitas tambang ilegal di wilayah operasionalnya. Direktur Utama PT Timah Tbk, Restu Widiyantoro, mengakui kesulitan ini semakin kompleks pasca mencuatnya kasus korupsi yang melibatkan sejumlah pihak, termasuk Harvey Moeis. Kasus tersebut berdampak signifikan terhadap operasional perusahaan dan upaya penegakan hukum di lapangan.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Restu mengungkapkan bahwa kontrol operasional PT Timah kini tidak optimal. "Jadi memang sekarang hampir operasional perusahaan dikendalikan bukan oleh PT Timah secara langsung. Ini kami akui dan menjadi kewajiban kami nanti," ujar Restu. Pernyataan ini menyoroti dampak serius korupsi terhadap kemampuan perusahaan dalam mengawasi dan menertibkan aktivitas pertambangan ilegal.
Lebih lanjut, Restu menjelaskan bahwa sebagian besar aktivitas pertambangan di sekitar wilayah PT Timah bersifat ilegal, dan banyak melibatkan masyarakat setempat. Hal ini membuat upaya penertiban menjadi sangat sulit dan kompleks. Kondisi ini membutuhkan pendekatan yang lebih terpadu dan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat.
Tantangan Penertiban Tambang Ilegal
Data yang disampaikan PT Timah menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. Pada April 2025, tercatat 175 kasus tambang ilegal di daratan Bangka, 890 kasus di laut Bangka, dan 110 kasus di daratan Belitung. Angka ini menggambarkan skala besarnya permasalahan tambang ilegal yang dihadapi PT Timah.
Berbagai upaya penertiban telah dilakukan, termasuk penenggelaman ratusan kapal ponton ilegal, pengusiran pelaku tambang ilegal, pembongkaran peralatan tambang, dan penyerahan pelaku ke pihak kepolisian. Namun, upaya-upaya tersebut belum mampu mengatasi masalah secara efektif.
Restu juga menjelaskan adanya permasalahan internal yang membutuhkan dukungan dari pihak terkait, terutama dalam hal regulasi. Salah satu masalah krusial adalah tumpang tindih lahan di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Timah dengan kawasan hutan produksi. Kondisi ini mengakibatkan sekitar 31 persen wilayah IUP PT Timah tidak dapat dioperasikan secara optimal.
PT Timah mengusulkan beberapa solusi, salah satunya melalui pembentukan koperasi untuk melibatkan masyarakat setempat dalam kegiatan pertambangan yang legal dan tertib. Selain itu, perusahaan juga meminta dukungan Komisi VI DPR RI untuk membuat regulasi yang mewajibkan hasil tambang dari WIUP PT Timah dikumpulkan ke perusahaan, guna menekan aktivitas tambang ilegal.
Dampak Korupsi terhadap Kinerja Pegawai
Kasus korupsi tidak hanya berdampak pada operasional perusahaan, tetapi juga pada kinerja dan moral para pegawai. Restu mengungkapkan bahwa kinerja personel PT Timah sangat terpengaruh. "Kondisi moril, kinerja personel PT Timah sangat jatuh karena hampir kehilangan keyakinan terhadap pimpinan, manajemen, bahwa ternyata seluruh jajaran PT Timah seolah tidak mampu berbuat untuk melakukan apa yang seharusnya dikerjakan," jelasnya.
Pernyataan ini menunjukkan betapa pentingnya integritas dan tata kelola perusahaan yang baik dalam menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan mendorong kinerja optimal. Perbaikan tata kelola dan penegakan hukum yang tegas menjadi kunci untuk mengatasi masalah ini.
Kesimpulannya, PT Timah menghadapi tantangan besar dalam memberantas tambang ilegal, yang diperparah oleh dampak kasus korupsi. Solusi yang komprehensif dibutuhkan, melibatkan perbaikan tata kelola perusahaan, regulasi yang lebih tegas, dan pendekatan yang melibatkan masyarakat setempat. Dukungan dari pemerintah dan DPR RI sangat penting untuk mengatasi masalah ini secara efektif dan berkelanjutan.