Reforma Agraria Lebih Efektif Lewat Koperasi, Kata Kemenkop
Kementerian Koperasi (Kemenkop) mendorong pengelola lahan hasil reforma agraria bergabung dalam koperasi untuk hasil optimal dan swasembada pangan.
Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) menyatakan bahwa program reforma agraria akan lebih efektif jika dikelola melalui koperasi. Hal ini disampaikan Deputi Bidang Pengembangan Talenta dan Daya Saing Koperasi Kemenkop, Destry Anna Sari, di Jakarta pada Kamis, 20 Februari 2024. Menurutnya, hanya memberikan sertifikat tanah kepada petani tidak cukup untuk mencapai hasil optimal. Kemenkop melihat koperasi sebagai solusi untuk mengoptimalkan hasil reforma agraria dan berkontribusi pada swasembada pangan.
Destry menjelaskan, konsolidasi lahan melalui koperasi akan memberikan nilai tambah bagi petani. Dengan pengelolaan bersama, hasil pertanian akan mencapai skala ekonomi yang lebih besar. Lebih lanjut, koperasi dapat menjamin akses petani terhadap bibit dan pupuk berkualitas, sejalan dengan komitmen pemerintah untuk menjadikan koperasi sebagai penyalur pupuk subsidi.
Dengan jaminan akses terhadap input pertanian yang berkualitas, diharapkan hasil produksi pertanian akan meningkat. Koperasi, sebagai agregator dan konsolidator, akan membantu pemasaran hasil panen, dan meringankan beban petani selama proses produksi. Kemenkop berkomitmen untuk mengarahkan partisipasi masyarakat dalam reforma agraria melalui koperasi, sebagai bagian dari program Astacita.
Sinergi Kemenkop dan KPA untuk Reforma Agraria
Destry mengakui bahwa program reforma agraria masih menghadapi berbagai permasalahan. Untuk mengatasi hal ini, Kemenkop akan bersinergi dengan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) untuk mendorong petani dan pengelola perhutanan sosial bergabung dalam koperasi. Kerja sama ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang telah berlangsung selama 25 tahun dan memperkuat posisi koperasi dalam pengelolaan lahan.
Dengan legalitas yang jelas melalui koperasi, hasil pengelolaan lahan dapat dimonetisasi secara lebih efektif. Kemenkop berharap sinergi ini akan memperkuat peran koperasi secara lebih masif dalam program reforma agraria. Solusi ini diharapkan dapat memberikan dampak yang lebih luas dan berkelanjutan.
Sementara itu, Dewan Nasional KPA, Yudi Kurnia, menyatakan bahwa permasalahan dalam program reforma agraria, seperti konflik agraria, dapat diatasi melalui diskusi dan dengan mengadopsi praktik baik dari negara-negara Asia. Ia menekankan pentingnya komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat lokal untuk mencegah konflik.
Peran Masyarakat Sipil dan Koperasi dalam Penyelesaian Konflik
Yudi juga menyoroti peran penting masyarakat sipil dalam menyelesaikan konflik agraria. Koperasi, menurutnya, dapat berperan sebagai penengah dalam menyelesaikan sengketa tanah. Dengan demikian, koperasi tidak hanya berperan dalam pengelolaan lahan, tetapi juga dalam menciptakan stabilitas sosial di masyarakat.
Secara keseluruhan, Kemenkop dan KPA sepakat bahwa pendekatan melalui koperasi merupakan kunci keberhasilan program reforma agraria. Dengan pengelolaan yang terorganisir dan terintegrasi, program ini diharapkan dapat memberikan dampak yang lebih luas dan berkelanjutan bagi petani dan masyarakat Indonesia. Kerja sama dan komunikasi yang baik antara pemerintah, masyarakat sipil, dan koperasi menjadi faktor kunci keberhasilan program ini.
"Kalau rakyat kecil itu hanya diberikan sertifikat (sertifikat tanah untuk dikelola) tidak akan pernah bisa optimal karena hasilnya tidak jadi apa-apa, tetapi kalau dikonsolidasikan dengan baik melalui koperasi ini akan mendapatkan nilai tambah," kata Deputi Bidang Pengembangan Talenta dan Daya Saing Koperasi Kemenkop Destry Anna Sari.
"Jadi memang ada permasalahan yang sudah 25 tahun yang harus tuntas, nah kalau ini bisa dilakukan sebenarnya penguatan koperasi akan lebih masif karena legalitas para petani dan yang mengelola di kawasan hutan bisa dimonetisasi," tambah Destry.