Rekapitulasi PSU Pilkada Tasikmalaya Dimulai, Paslon Nomor Urut 3 Ajukan Gugatan ke MK
KPU Kabupaten Tasikmalaya memulai rekapitulasi PSU Pilkada tingkat kecamatan, diwarnai aksi penolakan dan rencana gugatan ke MK oleh paslon nomor urut 3.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, menggelar rekapitulasi hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada serentak tingkat kecamatan pada Senin, 21 April 2025. Proses ini merupakan tahapan penting setelah penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada 19 April 2025. Rekapitulasi tingkat kabupaten dijadwalkan pada 23 April 2025. Proses rekapitulasi ini melibatkan tiga pasangan calon bupati dan wakil bupati yang bersaing memperebutkan suara dari 1.418.928 jiwa pemilih.
Ketua KPU Kabupaten Tasikmalaya, Ami Imron Tamami, menyatakan bahwa pelaksanaan PSU di tingkat TPS berjalan lancar dan aman. Meskipun ada beberapa rapat pleno di tingkat kecamatan yang tidak ditandatangani oleh saksi dari salah satu pasangan calon, hal ini dianggap sebagai bagian dari hak demokrasi dan akan dicatat dalam berita acara. Proses rekapitulasi ini menandai langkah krusial menuju penetapan hasil Pilkada Tasikmalaya.
Namun, rekapitulasi PSU ini tidak berjalan sepenuhnya tanpa hambatan. Di beberapa kecamatan, seperti di Kecamatan Manonjaya dan Cigalontang, muncul penolakan dari saksi pasangan calon nomor urut tiga. Penolakan ini disertai dengan aksi penolakan hasil penghitungan suara PSU yang dilakukan oleh saksi pasangan calon nomor urut tiga di Kecamatan Cigalontang. Situasi ini menimbulkan dinamika politik yang cukup signifikan dalam proses Pilkada Tasikmalaya.
Rekapitulasi di Tingkat Kecamatan dan Penolakan Paslon Nomor Urut 3
Ketua PPK Manonjaya, Ginanjar Kusmayadi, melaporkan bahwa saksi dari pasangan calon nomor urut tiga tidak hadir dalam rekapitulasi suara PSU di kecamatan tersebut. Meskipun demikian, proses rekapitulasi tetap berlangsung dan dilaporkan ke KPU Kabupaten Tasikmalaya. Ketidakhadiran saksi tersebut diiringi konfirmasi mengenai keberatan pasangan calon nomor urut tiga terhadap tahapan PSU.
Sementara itu, di Kecamatan Cigalontang, saksi dari pasangan calon nomor urut tiga secara aktif menolak hasil penghitungan suara PSU. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan dan potensi konflik yang perlu ditangani oleh KPU Kabupaten Tasikmalaya. Ketidakhadiran dan penolakan ini menjadi catatan penting dalam proses rekapitulasi PSU Pilkada Tasikmalaya.
Juru bicara tim gabungan pemenangan pasangan calon nomor urut tiga, Aef Syarifudin, menjelaskan alasan di balik penolakan penandatanganan berita acara pleno PPK oleh saksi-saksi mereka. Ia menyatakan bahwa pelaksanaan PSU banyak terdapat pelanggaran, seperti penggunaan surat suara yang masih bertuliskan "Pilkada Kabupaten Tasikmalaya" dan bukan "PSU", serta dugaan politik uang.
Dugaan Pelanggaran dan Gugatan ke MK
Aef Syarifudin menegaskan bahwa tim pemenangan pasangan calon nomor urut tiga telah menginstruksikan semua saksi di tingkat kecamatan untuk tidak menandatangani hasil rapat pleno PSU. Mereka beralasan adanya dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan PSU yang dianggap cukup signifikan.
Atas dasar dugaan pelanggaran tersebut, tim pemenangan pasangan calon nomor urut tiga menyatakan akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah hukum ini menunjukkan keseriusan mereka dalam menyikapi hasil PSU Pilkada Tasikmalaya dan upaya untuk memperjuangkan hak-hak mereka.
PSU Pilkada Tasikmalaya diikuti oleh tiga pasangan calon, yaitu pasangan Iwan Saputra-Dede Muksit Aly (nomor urut 1), Cecep Nurul Yakin-Asep Sopari Al-Ayubi (nomor urut 2), dan Ai Diantani-Iip Miftahul Paoz (nomor urut 3). PSU ini dilaksanakan berdasarkan keputusan MK yang membatalkan hasil Pilkada sebelumnya karena calon bupati nomor urut 3 sebelumnya terbukti telah menjabat lebih dari dua periode.
Kesimpulan
Proses rekapitulasi PSU Pilkada Tasikmalaya diwarnai dinamika politik yang cukup kompleks. Ketidakhadiran dan penolakan dari saksi pasangan calon nomor urut tiga, serta rencana gugatan ke MK, menunjukkan adanya perbedaan pandangan dan potensi sengketa yang perlu diselesaikan melalui jalur hukum. Proses ini menjadi sorotan penting dalam penyelenggaraan Pilkada di Indonesia.